Bagaimana Hukumnya Membawa Senjata Tajam untuk Perlindungan Diri? Ini Kata Ahli Hukum
Berikut penjelasan pakar hukum mengenai kepemilikan senjata tajam yang digunakan untuk berjaga-jaga dari tindak kejahtan.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini kasus seorang korban pembegalan menjadi tersangka mendapat sorotan publik.
Kasus tersebut dialami Pria asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial M (34).
Ia ditetapkan sebagai tersangka karena menewaskan dua pelaku begal saat membela diri.
Polisi menyita barang bukti berupa empat buah senjata tajam dan tiga unit motor yang diduga digunakan oleh korban dan para pelaku begal.
Baca juga: Kasus Korban Begal Jadi Tersangka Dihentikan Polisi, Amaq Sinta Apresiasi Kinerja Polri
Baca juga: Kata Pakar Hukum soal Kasus Amaq Sinta, Korban Begal yang Jadi Tersangka Pembunuhan
Diketaui, M melawan begal dengan pisau dapur yang ia bawa dari rumah.
Ia mengaku membawa senjata tajam karena untuk berjaga-jaga.
Menilik kasus tersebut, bagaimanakah hukumnya membawa senjata tajam dengan tujuan perlindungan diri?
Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Solo Zainal Abidin, mengatakan pada prinsipnya membawa senjata tajam adalah melanggar undang-undang (UU).
Hal tersebut tertuang dalam Pasal UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam.
Seseorang membawa senjata tajam dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindak pidana apabila tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya.
"Sebenarnya kita tidak boleh membawa senjata tajam, karena juga sudah diatur dalam UU Darurat No 12 tahun 51,"
"Sesuai UU Darurat, ketika sesorang membawa senjata tajam yang sebagaimana tidak diperuntukan sebagaimana peruntukannya bisa dipidana," kata Zainal dalam program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (18/4/2022).
Bunyi Pasal 2 ayat (1) UU Drt. No 12 Tahun 1951.
“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun,"
Baca juga: Sosok Amaq Sinta, Seorang Diri Lawan 4 Begal, 2 Tewas dan 2 Lainnya Melarikan Diri
Namun, apabila seseorang membawa senjata tajam untuk kepentingan pekerjaannya maka tidak dilarang.
"Ketika senjata diperuntukan seperti misal kita membawa sabit mau memotong pohon di kebun, nah jika tidak sengaja bertemu rampok ya sajam itu bisa dijadikan alat,"
"Nah disini bisa dinilai keperuntukannya sajam tersebut, yang sebenarnya bukan untuk membunuh tapi untuk memotong pohon, akhirnya senjata itu digunakan untuk melawan,"
"Kembali lagi tergantung peruntukannya kalau diniatkan untuk kejahatan, ya itu kena pasal," ucap Zainal.
Baca juga: Kasus Korban Begal Jadi Tersangka Dihentikan Polisi, Amaq Sinta Apresiasi Kinerja Polri
Jadi, berdasarkan ketentuan di atas, membawa senjata tajam untuk berjaga-jaga, adalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Drt. No. 12 Tahun 1951.
Pelaku tetap melanggar pasal tersebut sekalipun hanya menyimpan atau menyembunyikan senjata tajamnya tersebut. Perbuatan tersebut adalah kejahatan.
(Tribunnews.com/Milani Resti)