Ray: Kelakar Cak Imin Penundaan Pemilu untuk Menolong Wapres Ma'ruf Tak Lucu dan Miris Didengar
Ray Rangkuti menilai, kelakar Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang kembali menyuarakan wacana penundaan Pemilu sangat tidak lucu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai, kelakar Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang kembali menyuarakan wacana penundaan Pemilu sangat tidak lucu.
Dimana, dalam acara Harlah ke-62 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Cak Imin mengatakan bahwa usulannya menunda Pemilu untuk menolong Wakil Presiden Ma'ruf Amin di akhirat.
"Kelakar Cak Imin itu jelas tidak lucu. Bahkan itu kelakar yang membuat kita miris mendengarnya. Setelah gaduh bangsa akibat ide yang bertentangan dengan konstitusi, membuat presiden kehilangan kepercayaan dan akhirnya sibuk menepis isu tiga priode, malah sekarang dibuat jadi bahan kelakar," kata Ray Rangkuti saat dikonfirmasi, Selasa (19/4/2022).
Ray juga mengatakan, alih-alih Cak Imin membuat kejelasan argumen tentang misalnya data yang menyebut dukungan tiga priode, kini malah memunculkan kegetiran lain dengan kelakar atas kejadian gaduh yang belum juga berlalu.
Bahkan, kata Ray, akhirat pun turut dibawa oleh Cak Imin.
"Ketua partai sekaliber Cak Imin, sejatinya mengeluarkan ide bernas dan konstruktif. Tentang bagaimana mestinya demokrasi dikelola agar mutunya mencapai kualitas terbaik. Bukan menelorkan ide yang membuat demokrasi kita mundur atau berjalan di tempat," ucap Ray.
Ia pun menilai, apa yang disampaikan Cak Imin itu menambah terperosoknya kualitas demokrasi di Indonesia setelah berbagai indikator menunjukan hal itu.
Baca juga: Gus Muhaimin Ajak Umat Islam Kuatkan Ragam Tradisi Ramadan
"Alih-alih mengajak berpikir meningkatkan kualitas demokrasi, idenya malah didasarkan pada data yang antah berantah," imbuhnya.
Ray pun sangat menghargai bahwa dalam iklim demokrasi siapapun boleh berbicara apapun. Tetapi, sangat disayangkan menjadikan peristiwa gaduh bangsa sebagai kelakar jelas bukan tujuan dari demokrasi yang hendak kita bangun.
"Demokrasi perlu untuk melindungi keragaman pemikiran konstruktif, bukan kelakar. Jika Cak Imin menjadikan demokrasi sebagai alas untuk kebebasan berbeda ide, bahkan berkelakar, sejatinya beliau mempersoalkan kebebasan itulah yang mulai hilang di ranah politik kita," terangnya.
Ia juga menyoroti soal para pengkritik pemerintah dengan mudah dihukum karena dinyatakan melanggar UU ITE, pencemaran nama baik, dan sebagainya.
Bahkan, Survei menunjukan tingkat ketakutan publik atas kebebasan berbicara meningkat tajam. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga menyatakan makin menipisnya perlindungan HAM di Indonesia.
Salah satunya karena mudahnya proses hukum terhadap kritikus pemerintah. Antara lain ada pada kasus Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat.
"Mengapa hilangnya kebebasan berpendapat dan berbicara seperti ini tidak menjadi perhatian Cak Imin. Jangan sampai orang memandang: kebebasan berpendapat itu hanya berlaku di kalangan elit pendukung pemerintah," kata Ray.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.