Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Mafia Minyak Goreng, Komjak: Korporasi Bertanggungjawab Selesaikan Masalah Pelanggaran Hukum

Barita menyatakan perlunya penegakan hukum yang konsisten dan berani terhadap siapapun pelaku kejahatan termasuk mafia minyak goreng

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Kasus Mafia Minyak Goreng, Komjak: Korporasi Bertanggungjawab Selesaikan Masalah Pelanggaran Hukum
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ketua Komisi Kejaksaan RI (Komjak) Barita Simanjuntak dalam diskusi bertajuk 'Berantas Mafia Minyak Goreng, Siapa Berani?' bersama GMKI secara daring, Jumat (22/4/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan RI (Komjak) Barita Simanjuntak, menegaskan, perlunya sikap berani pemerintah dan seluruh stakeholder untuk memberantas praktik kejahatan yang merugikan rakyat.

Adapun persoalan kekinian yang turut berdampak luas bagi masyarakat yakni kelangkaan minyak goreng dan melambungnya harga bahan pokok tersebut.

Terbaru, Jaksa Agung ST Burhanuddin menetapkan seorang pejabat negara yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri (PLN) Kemendag berinsial IWW dan tiga orang pengusaha.

Terkait hal tersebut, Barita menyatakan perlunya penegakan hukum yang konsisten dan berani terhadap siapapun pelaku kejahatan termasuk mafia minyak goreng.

Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Apresiasi Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng

"Kita harus berani tegas mengatakan stop praktik demikian dengan cara menegakkan hukum yang konsisten berani dan adil," kata Barita dalam diskusi bertajuk 'Berantas Mafia Minyak Goreng, Siapa Berani?' bersama GMKI secara daring, Jumat (22/4/2022).

Lebih lanjut kata Barita, dalam persoalan kasus pelanggaran hukum tersebut, dinilai besar tanggung jawab dari korporasi.

Berita Rekomendasi

Bahkan dirinya mendesak, perwujudan tanggung jawab korporasi termasuk pemiliknya untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hukum seperti yang demikian.

"Sebab dalam penegakan hukum pidana modern apabila ada tindakan kejahatan korporasi bukan tidak mungkin itu menjadi yurisprudensi, korporasinya harus bertanggung jawab orang nya harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah melanggar hukum tersebut," kata dia.

Baca juga: Kemenperin Siapkan ID Food dan Bulog Ambil Alih Penyaluran Minyak Goreng Curah Bersubsidi

Dirinya juga menegaskan, pentingnya peran publik dalam membantu penegak hukum dalam memerangi pelanggaran hukum yang dimaksud.

Terlebih kata dia, dalam penanganan kasus seperti yang demikian terdapat ancaman untuk pelemahan hukum dari segelintir pihak yang memiliki kepentingan.

"Oleh sebab itu tentu saja kejaksaan memerlukan dukungan publik yang kuat karena kita paham dan tahu, bahwa serangan balik itu bisa saja dan tidak boleh melemahkan penegakan hukum," tukas dia.

Diberitakan sebelumnya, teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap. Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).

Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indrasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.

Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor. Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.

"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.

Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.

"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas