Tersangka Sindikat Seleksi CASN Pasang Tarif hingga Rp 600 Juta Janji Loloskan Peserta
Satgas Anti KKN CPNS Bareskrim Polri mengungkap sindikat kejahatan dan kecurangan dalam seleksi penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka sindikat kasus kejahatan dan kecurangan dalam seleksi penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021 pasang tarif hingga Rp 600 juta untuk loloskan peserta.
Kabagrenops Bareskrim Polri, Kombes M Syamsu Arifin menyampaikan bahwa tarif itu harus ditebus setiap peserta jika mau dibantu diloloskan dalam seleksi penerimaan CASN 2021.
"Rata-rata para tersangka yang sudah dilakukan penangkapan, ada motivasi penggunaan uang atau uang suap dengan rentang Rp150 juta sampai Rp600 juta sehingga para pelakunya menjalankan modusnya," kata Syamsu di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/4/2022).
Baca juga: Bareskrim: 359 Orang Didiskualifikasi Karena Terbukti Curang Saat Seleksi CASN 2021
Syamsu mengungkap cara para tersangka mencari korban yang mau memakai jasa curang seleksi CASN 2021.
Adapun mereka mencari korbannya hanya berdasarkan kedekatan keluarga saja.
"Ada kedekatan dari keluarganya, dari keluarganya tersangka kemudian ada memang ada yang kenal gitu. Jadi mereka sindikat, dia mencari orang yang bisa dihubungi. Iya dari mulut ke mulut," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Satgas Anti KKN CPNS Bareskrim Polri mengungkap sindikat kejahatan dan kecurangan dalam seleksi penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021.
Total, ada 30 orang yang ditangkap dalam kasus tersebut.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko menyampaikan bahwa 9 dari 30 orang yang ditangkap diantaranya merupakan oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Kasus kecurangan seleksi calon ASN tahun 2021, di sini sudah dilakukan penangkapan terhadap 21 orang sipil dengan 9 PNS yang terlibat dalam kegiatan kecurangan tersebut," kata Gatot di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/4/2022).
Gatot merinci bahwa temuan kecurangan tersebut berlangsung di 10 wilayah di Indonesia. Kesepuluh wilayah itu adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Lampung.
Gatot menuturkan wilayah paling banyak terjadi kecurangan di Sulawesi Selatan. Kasus tersebut tersebar di Kota Makassar, Tana Toraja, Sidrap, Palopo, Luwu dan Enrekang.
Menurut Gatot, modus operandi yang digunakan para tersangka yaitu menggunakan aplikasi remote access atau remote utilities.