Cerita Warga yang Mudik Pakai Sampan, Bajaj hingga Sepeda Ontel Meski Nyawa Taruhannya
Jika tak mampu untuk mudik menggunakan sarana transportasi berbayar maka mudik menggunakan sarana transportasi sekadarnya tak masalah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rindu kampung halaman membuat warga muslim Indonesia mudik Lebaran.
Apalagi dua tahun sebelumnya tidak mudik karena pandemi Covid-19.
Berbagai cara dilakukan agar bisa mudik tiba di kampung halaman meski nyawa taruhannya.
Jika tak mampu untuk mudik menggunakan sarana transportasi berbayar maka mudik menggunakan sarana transportasi sekadarnya tak masalah.
Termasuk mudik menggunakan sampan kecil mengarungi lautan.
Atau juga mudik menggunakan bajaj dan sepeda ontel dengan jarak ratusan kilometer.
Berikut dirangkum Tribunnews.com, Jumat (29/4/2022) dari berbagai sumber;
1. Mudik pakai sampan
Mudik pakai kendaraan umum seperti bus, kereta, sepeda motor, kapal laut dan udara sudah biasa.
Namun mudik menggunakan sampan kecil diisi satu keluarga dengan menyeberangi lautan merupakan tindakan berani yang membahayakan nyawa.
Hal itulah yang dilakukan Hermanto (41).
Dia bersama istrinya Erna Aprilia (34) serta dua anak dan satu keponakan nekat mudik pakai sampan.
Satu kelaurga itu hendak menyeberangi laut Bali menuju Banyuwangi, Jawa Timur, kampung halamannya.
Namun nahas, ombak yang ganas tidak mengindahkan tujuan mulia bertemu keluarga di kampung .
Sang ayah, Hermanto, terpental dari sampan dan hilang di tengah laut.
Aparat pun turun tangan.
Baca juga: Kronologi Satu Keluarga Mudik Pakai Sampan Seberangi Laut Bali, 1 Orang Hilang Jatuh ke Laut
Direktur Ditpolairud Polda Jatim Kombes Pol Puji Hendro mengungkapkan, pihaknya telah mengerahkan tim gabungan dari Ditpolairud Polda Jatim dan Satpolair Polresta Banyuwangi untuk mencari korban.
Kemudian, satu unit kapal khusus penyelamatan dan pencarian (SAR) Type C2, dan empat personel, telah dikerahkan untuk melakukan pencarian di perairan kawasan Banyuwangi.
Karakter perairan yang diduga menjadi titik korban tenggelam dan hilang cukup berarus, sehingga membuat Ditpolairud Polda Jatim melakukan mekanisme penyisiran secara merata dari perairan Banyuwangi.
"Itu perbatasan karena memang diduga ada arusnya kan sehingga kita bisa ikut mencari. Tentu ada SOP pencarian korban yang kami terapkan dalam melakukan pencarian," ujarnya, saat dihubungi TribunJatim.com, Kamis (28/4/2022).
Mudik Pakai Bajaj
Mudik menggunakan bajaj dilakukan pasangan suami istri, Darto dan Sumini, menuju kampung halaman mereka di Boyolali, Jawa Tengah.
Keduanya berangkat dari Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Minggu (24/4/2022) malam.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 275 km selama 12 jam, pasutri ini sampai di Jalur Pantura Wanasari Brebes pada Senin (25/4/2022) siang.
Mudik menggunakan bajaj baru pertama kali dilakukan Darto dan Sumini.
Tahun lalu mereka mudik menggunakan bus untuk pulang kampung ke Boyolali dengan ongkos mencapai Rp 600.000 untuk 2 orang.
Namun dengan menggunakan bajaj, menurut Darto ia bisa menghemat biaya hingga separuhnya.
Darto dan Sumini mengaku menikmati perjalanan mudik dengan bajaj.
Sebelum melanjutkan perjalanan, Darto juga memastikan rem bajajnya dalam kondisi baik dan bahan bakar yang digunakan cukup.
Mudik Pakai Sepeda Ontel
Salikun Angel (62), pemudik sepeda yang melakukan perjalanan Jakarta Selatan - Kebumen berjanji tetap menjaga pausa selama melakukan perjalanan.
Dijumpai saat melintas di jalur mudik Kota Bekasi Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kamis (28/4/2022) malam, bersepeda tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap berpuasa.
Padahal jarak Jakarta Selatan ke Kebumen kurang lebih mencapai 450 kilometer.
Pastinya sangat menguras tenaga untuk melintasinya dengan bersepeda.
"Insya Allah puasa terus, makanya kita istirahat tidur siang," kata Angel di Bekasi.
Angel memperkirakan bisa tiba di Kebumen tiga sampai empat hari. Sepanjang perjalanan itu, dia akan singgah di beberapa tempat untuk beristirahat.
"Saya sudah sering mudik menggunakan sepeda dari tahun 2012, sudah sering gowes pulang kampung," kata Angel.
Mudik 2022 kali ini, Angel mengaku hanya berangkat seorang diri. Meski sudah lansia, dia tidak khawatir lantaran hampir di setiap kota terdapat persinggahan.
Selain gemar bersepeda, lansia 62 tahun ini merasa lebih hemat biaya karana tak perlu memikirkan kocek untuk biaya bahan bakar.
Bagi Angel, bersepeda sudah menjadi kendaraan sehari-harinya.
Berseprofesi sebagai pemulung, sejak 2002 kemana-mana dia selalu menggunakan kendaraan ramah lingkungan tersebut.
Memilih sepeda dibandingkan kendaraan bermotor, Angel memiliki misi mulia, yakni merawat lingkungan.
Dengan bersepeda, Angel meyakini dirinya ikut dalam melestarikan alam dan bukan sebaliknya.
"Kita membudayakan hidup sehat, kedua demi lingkungan karena lingkungan enggak butuh kita tapi kita butuh lingkungan, saya dari 2002 saya usahakan naik sepeda," jelas dia.
Mudik menggunakan sepeda tentu memiliki risiko, mulai dari pontensi kerusakan, ban bocor dan sebagainya.
Untuk itu, dia telah menyiapkan sejumlah perlengkapan seperti misalnya ban dalam cadangan serta kebutuhan lainyanya.
Selain itu, pembelakan seperti kompor, tempat minum sudah pasti menjadi barang yang wajib di bawa selama perjalanan mudik.
Perjalanan mudik menggunakan sepeda tahun ini kata dia, seperti rindu yang harus dibayar tuntas lantaran selama dua tahun terakhir tak bisa dilakukan akibat pandemi.
Sumber: Tribun Jatim/Tribun Jakarta/Kompas.TV/Tribun Bali