Hari Pendidikan Nasional dan Arti Semboyan Ki Hajar Dewantara, Tut Wuri Handayani
Hari pendidikan nasional dan arti semboyan Ki Hajar Dewantara, "Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri Handayani."
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
![Hari Pendidikan Nasional dan Arti Semboyan Ki Hajar Dewantara, Tut Wuri Handayani](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/logo-hari-pendidikan-nasional-2-mei-2022.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei.
Peringatan ini adalah penghormatan untuk Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dengan nama RM Soewardi Soerjaningrat.
Ia adalah cucu dari Sri Paku Alam III dan ayahnya bernama GPH Soerjaningrat.
Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
Untuk lebih mengenal Ki Hajar Dewantara, simak sejarah Hari Pendidikan Nasional berikut ini, dikutip dari Gramedia.
Baca juga: LINK Twibbon Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2022 dan Ucapan Selamat Hardiknas
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Semasa hidupnya sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara mengenyam Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Kemudian ia mendapatkan kesempatan untuk masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa.
Namun, Ki Hajar Dewantara tidak tamat dari sekolah ini karena kondisi kesehatan yang kurang baik.
Ki Hajar Dewantara juga mendapat pendidikan formal, antara lain:
1. Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III.
2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3. School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), Jakarta.
Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Ki Hajar Dewantara memiliki kepribadian yang sederhana dan sangat dekat dengan rakyat (kawula).
Ia mengabdikan diri melalui pendidikan dan budaya lokal (Jawa) untuk mencapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial.
Profesi yang digeluti oleh Ki Hajar Dewantara adalah dunia jurnalisme yang berkiprah di beberapa media cetak, di antaranya Sediotomo, de Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputera kepada penjajah.
Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Cuti Lebaran 2022 untuk ASN, Karyawan Swasta, dan Anak Sekolah sesuai Kalender Pendidikan
Mendirikan Indische Partij
Ki Hajar Dewantara, Danudirdja Setyabudhi (Douwes Dekker), dan Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme di Indonesia) pada 25 Desember 1912.
Partai ini bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia, sehingga ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat menumbuhkan rasa nasionalisme rakyat.
Setelah pendaftaran status badan hukum Indische Partij ditolak, Ki Hajar Dewantara ikut membentuk Komite Boemipoetra pada November 1913.
Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa.
Komite Boemipoetra mengkritik pemerintah kolonial Belanda yang merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui tulisannya yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga) dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).
Akibatnya, ia menerima hukum interning atau hukum buang ke Pulang Bangka.
Baca juga: 30 Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei: Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar
Mendirikan Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa bersama teman-temannya pada Juli 1922.
Dalam membangun Taman Siswa, banyak rintangan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara.
Misalnya, Pemerintah kolonial Belanda berusaha membatasi perkembangan Taman Siswa dengan mengeluarkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932.
Pada 15-16 Oktober 1932 MLPTS mengadakan sidang istimewa di Tosari Jawa Timur untuk merundingkan ordinasi tersebut.
Hampir semua media massa Indonesia menentang ordonansi tersebut dan berhasil mendorong Gubernur Jenderal pada 13 februari 1933 mengeluarkan ordinasi baru yaitu membatalkan “OO 1932” dan berlaku mulai 21 Februari 1933.
Menjadi Menteri Pendidikan Pertama Indonesia
Ki Hajar Dewantara menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959.
Baca juga: LINK Twibbon Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2022 dan Ucapan Selamat Hardiknas
Arti Semboyan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara juga terkenal dengan semboyan "Ing ngarso sung tulodo; Ing madyo mangun karsa; Tut wuri handayani."
Semboyan dalam bahasa Jawa itu memiliki arti yang erat dengan dunia pendidikan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, semboyan itu menggambarkan peran seorang guru atau pendidik.
Berikut ini arti semboyan Ki Hajar Dewantara, dikutip dari laman Kabupaten Klaten.
1. Ing ngarsa sung tuladha
Semboyan ini berarti seorang guru harus mampu menjadi contoh bagi siswanya, baik sikap maupun pola pikirnya.
Dalam hal ini,guru harus selalu memberikan pengarahan dan mau menjelaskan serta memberi contoh supaya siswa menjadi paham dengan apa yang dimaksud oleh guru.
2. Ing madya mangun karsa
Semboyan ini bermakna bila guru berada di antara siswanya maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehinggga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar.
Guru atau tenaga pendidik harus selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran positif dari gurunya.
Semboyan ini dapat diwujudkan dengan cara diskusi.
3. Tut wuri handayani
Semboyan ini berarti siswa sudah paham dengan materi, maka guru harus menghargai siswanya tersebut.
Guru diharapkan mau memberikan kepercayaan kepada siswa untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas, ataupun belajar secara mandiri atau pengayaan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Hari Pendidikan Nasional
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.