Tegaskan Tetap Pada Tuntutan, Oditur Militer Tinggi: Kolonel Priyanto Bukan Tentara Kemarin Sore
Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan pihaknya masih berpegang pada tuntutan terhadap terdakwa Kolonel Inf Priyanto.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oditur Militer Tinggi (Odmilti) Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan pihaknya masih berpegang pada tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat.
Hal itu menanggapi nota pembelaan dari terdakwa Kolonel Inf Priyanto.
Tuntutan tersebut di antaranya Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan, dan menyembunyikan jenazah.
Menurut Wirdel, Priyanto juga bukanlah tentara kemarin sore dan sudah puluhan tahun berdinas.
Hal tersebut disampaikannya dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (10/5/2022).
"Kolonel Priyanto bukan tentara kemarin sore. Beliau sudah puluhan tahun berdinas dan sudah pernah ke medan operasi. Tentara itu dipersiapkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam waktu yg singkat dan waktu 5 jam 30 menit itu sangat panjang bagi seorang tentara untuk menyelesaikan permasalahan," kata Priyanto.
Menanggapi nota pembelaan terdakwa, Wirdel mengatakan pihaknya mengajukan pasal pembunuhan berencana dalam dakwaan dan tuntutan karena Priyanto memiliki waktu yang cukup panjang untuk memilih perbuatannya.
Perbuatan yang dimaksud yakni membawa kedua korban kecelakaan ke rumah sakit atau ke tempat perawatan, atau sengaja mereka bawa untuk dibuang ke sungai.
Baca juga: Penasehat Hukum: Apa Kolonel Priyanto Harus Tanggung Akibat dari Perbuatan yang Tak Dilakukan?
"Di dalam pengertian dia, kedua korban sudah meninggal dunia. Nyatanya masih hidup satu orang. Apakah waktu 5 jam tidak cukup untuk menggugurkan perbuatannya? Cukup," kata Wirdel.
Selain itu, kata dia, apabila Priyanto dalam kondisi panik pasti kedua korban akan ditinggalkan begitu saja.
Selain itu, jika panik menurutnya Priyanto pasti tidak akan membuka aplikasi untuk mencari tempat dan menentukan akan membuang kedua korban ke Jawa Tengah.
Kemudian, kata Wirdel, jika panik Priyanto pasti tidak akan bisa menenangkan kedua anak buahnya dalam perjalanan tersebut.
"Jadi tiga persyaratan yang disampaikan oleh (penasehat hukum soal) ahli tadi untuk perencanaan sebetulnya sudah terpenuhi. Sudah terpenuhi semua," kata dia.