Aktivis 98 Terus Suarakan Korban Tragedi Mei 1998 Jadi Pahlawan Nasional
Aktivis 98 terus menyuarakan kepada pemerintah agar para korban tragedi 12 Mei 1998 ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis 98 terus menyuarakan kepada pemerintah agar para korban tragedi 12 Mei 1998 ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Hal ini dikatakan Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi saat menggelar kegiatan 'Halalbihalal dan Peringatan 12 Mei Tragedi Trisakti, Aktivis 98 Keluarga Pejuang Reformasi'.
"Harus berlanjut (pengajuan menjadi pahlawan nasional), karena itu sudah menjadi tanggungjawab sosial kita tanggung jawab sejarah kita," kata Sayed di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2022).
Sayed menyebut apa yang dirasakan masa ini tidak terlepas dari sejarah khususnya tragedi 12 Mei 1998.
"Karena bagaimana pun apa yang dinikmati hari ini semua kan karena akibat mereka gugur, itu pemicu semuanya, nah itu harus kita tau sejarah itu," ungkapnya.
Baca juga: Aktivis 98 Salut Kepedulian Erick Thohir Terhadap Keluarga Korban Tragedi 98
Sebelumnya, Barikade 98 meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar pahlawan nasional kepada 4 pejuang reformasi 1998.
Permintaan itu disampaikan bertepatan dengan Hari Pahlawan pada 10 November.
Keempat mahasiswa Universitas Trisakti itu menjadi korban saat aksi menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya.
Hingga kini, keempat 4 pejuang Reformasi 98 itu belum mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Jokowi.
Baca juga: Kehadiran Partai Mahasiswa Ditolak BEM SI, Eks Aktivis 1998 Geram: Pikirannya Kotor, Apa-apa Menolak
Mereka yaitu, Elang Mulya Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Barikade 98, Julianto Hendro Cahyono mengatakan keempat pejuang reformasi 98 yang menjadi korban itu harus diberikan gelar pahlawan nasional, agar bisa masuk dan ditulis dalam buku sejarah yang ada di pendidikan sekolah formal.
Sehingga para pelajar baik di tingkat SD, SMP hingga SMA bisa mengetahui sejarah aksi pergerakan mahasiswa saat melengserkan Soeharto dari jabatan Presiden RI.
Selama ini, dia melihat buku sejarah di sekolah SD, SMP dan SMA, sama sekali tidak ditulis pergerakan mahasiswa.
"Padahal ditulisnya disitu cuman lengsernya Soeharto. Sementara lengsernya Soeharto itu ada rangkaian pergerakan yang dipimpin mahasiswa," kata Julianto Hendro dalam Jumpa Pers di kantor Barikade, kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2021).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.