Ungkit Kasus Djoko Tjandra dan Bupati Sabu Raijua, Dirjen Dukcapil Usul Begini ke KPU
Zudan usul kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya peserta Pemilu wajib mengisi formulir yang menyatakan tidak pernah punya paspor asing.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh usul kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya peserta Pemilu wajib mengisi formulir yang menyatakan tidak pernah punya paspor asing.
Zudan kembali mengungkit kasus Djoko Tjandra (DT) dan Bupati terpilih Sabu Raijua, Orient Riwu Kore (ORK) yang memiliki kewarganegaraan ganda, karena memiliki dua paspor.
Pasalnya, WNI yang mempunyai Paspor negara lain tidak otomatis dinyatakan kehilangan kewarganegaraan, karena memerlukan tindakan atau keputusan pemerintahan yang memastikan kapan kewarganegaraannya hilang.
Baca juga: Pelayanan Publik Single Sign On, Dirjen Dukcapil: Masyarakat Tak Perlu Repot Isi Banyak Formulir
"Djoko Tjandra memiliki Paspor Papua Nugini, Orient Kore punya paspor Amerika Serikat. Tapi keduanya masih juga berstatus WNI dalam Sistem Adminduk karena yang bersangkutan tidak pernah melapor, tidak pernah melepaskan kewarganegaraan, sehingga pemerintah tidak tahu bila yang bersangkutan memiliki 2 paspor," kata Zudan dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).
Kasus Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Orient P. Riwu Kore, saat itu ramai yang diketahui merupakan warga negara Amerika Serikat.
Hal itu terungkap setelah Bawaslu Kabupaten Sabu Raijua menerima balasan surat elektronik dari Kedubes Amerika Serikat mengenai status kewarganegaraan Orient Patriot Riwu Kore, sejak 1 Februari 2021.
Padahal, sebagaimana diatur dalam undang-undang RI, pejabat negara haruslah berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan dikatakan salah satu penyebab hilangnya kewarganegaraan adalah memiliki paspor negara lain.
Baca juga: Dirjen Dukcapil Usul Capres dan Caleg Pemilu 2024 Wajib Isi Formulir Tak Pernah Punya Paspor Asing
Perumusan di Pasal 23 itu sebagai perumusan norma sanksi administrasi.
Sehingga Zudan menilai, ketika memenuhi syarat melakukan perbuatan yang telah ditetapkan, maka orang tersebut dapat diberi sanksi kehilangan kewarganegaraannya.
“Nah, disinilah tindakan pemerintahan yang bersifat konkrit, individual dan final diperlukan. Esensinya adalah diperlukan adanya sebuah keputusan dari pemerintah,” kata Zudan.
Zudan berpendapat dari dua kasus tersebut, yang dalam waktu yang bersamaan keduanya memiliki paspor tapi tidak otomatis kehilangan kewarganegaraannya dan masih berstatus WNI.
Hal ini disebabkan belum ada tindakan administrasi pemerintah.
Pakar Hukum Administrasi Negara ini juga menjelaskan, pengalamannya di Biro Hukum Kemendagri tahun 2008 hingga 2014, ada asas hukum yang mengatakan "Lex superiori derogat legi inferiori".
Artinya, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah.
"Tapi ketika perda-perda di daerah tidak dibatalkan, tetap saja perda yang lebih rendah dari UU dan bertentangan dengan UU, tetap dijalankan dan tidak batal. APBD sah, Perda Perizinan jalan," papar Dirjen Zudan.
Menurut pandangannya, sepanjang belum ada tindakan administrasi pemerintahan maka Pasal 23 itu belum masuk pada perbuatan hukum konkret.
"Jadi kita belum tahu, ORK itu kapan kehilangan kewarganegaraan RI-nya, DT kapan kehilangan kewarganegaraannya," katanya.
Untuk itu Zudan mengusulkan di tahun 2024 di Pemilihan Presiden, Legislatif dan Kepala Daerah, agar KPU membuat formulir setiap orang yang mencalonkan sebagai peserta Pilkada, Pileg atau Pilpres perlu menyatakan tidak pernah memiliki paspor negara lain.
Sebab selama ini, dirinya menilai dalam hal kewarganegaraan Indonesia menganut Stelselnya Pasif.
Kalau tidak ditanya, para pasangan calon presiden (Capres) atau calon anggota legislatif DPR/DPD/DPRD (Caleg) serta calon kepala daerah (Cakada) tidak pernah mendeklarasikan mereka pernah punya paspor negara lain atau tidak.
"Jadi ada satu Formulir yang dipersiapkan oleh KPU, sehingga calon atau pasangan itu mau men-declare hal tersebut," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.