Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas Perempuan: RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin Harus Lebih Ditegaskan

Dalam rumusan RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin disebutkan setiap perempuan menggugurkan atau mematikan janinnya atau meminta orang lain

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komnas Perempuan: RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin Harus Lebih Ditegaskan
Tangkap Layar Kompas Tv
Komnas Perempuan Andy Yentriani Harap RUU TPKS Segera Disahkan (Tangkap Layar Kompas Tv) Senin (13/12/2021) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) memiliki visi untuk perlindungan yang lebih mumpuni terkait kekerasan seksual, maka menurut Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani, harus ditegaskan lagi RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin.

Dalam rumusan RKUHP Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin disebutkan setiap perempuan menggugurkan atau mematikan janinnya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan janin tersebut dipidanan dengan penjara paling lama empat tahun.

"Tapi bagaimana dengan konteks yang selama ini dihadapi oleh perempuan korban, misalnya dia memiliki pacar yang tadinya janji mau dinikahi tapi enggak jadi? Kita tahu kan dari kasus terakhir yang seorang perempuan bunuh diri karena dipaksa aborsi berulang kali. Ini mau kita tempatkan seperti apa?" ujar Andi, Rabu (25/5/2022).

Hingga saat ini Komnas Perempuan masih mencoba mengolah untuk menempatkan hal ini di dalam bagian Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Janin

Komnas Perempuan selain menegaskan tentang pemaksaan aborsi, ketegasan tentang kebolehan menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan akibat perkosaan ataupun kekerasan seksual lainnya dalam RKUHP juga diperlukan. 

Baca juga: Usul Perkosaan Masuk Tindak Pidana Tubuh Bukan Kesusilaan, Komnas Perempuan: Langkah Maju

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) itu sendiri hanya menekankan pada pengalaman korban dan pemaknaan bagaimana pengalaman yang dilalui korban bisa sampai terjadi. 

Berita Rekomendasi

"Kalau kita lihat inilah pardigma yang berbeda dengan pengaturan yang ada di dalam KUHP-nya. Dia melihat kalau dibilang boleh sepenggal pada peristiwa tindakan itu saja. Tetapi agak kesulitan untuk memeriksa keterhubungan antara berbagai lintas kekerasan yang dihadapi korban sebelum dia mencapai situasi di mana ia menjadi pihak yang bertanggung jawab atas tindak pidana itu," lanjut Andi.

Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang (UU) melalui rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Di UU TPKS memuat ketentuan pidana 9 jenis kekerasan sekusal, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, ekspolitasi sosial, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas