Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Nilai Revisi UU Ciptaker Harus Mereplikasi Keterbukaan UU TPKS

Gerak cepat DPR dan pemerintah dalam mengesahkan Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) disebut tidak melibatkan keterlibatan publik.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Daryono
zoom-in Pengamat Nilai Revisi UU Ciptaker Harus Mereplikasi Keterbukaan UU TPKS
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Suasana rapat paripurna DPR ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (24/5/2022), yang beragendakan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerak cepat DPR dan pemerintah dalam mengesahkan Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) disebut tidak melibatkan keterlibatan publik.

Dikhawatirkan proses ini akan terulang lagi dalam pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja ke depan.

"Mengingat tidak ada progres signifikan dalam hal keterbukaan dan partisipasi publik (di revisi UU PPP dan UU IKN), perbaikan UU Cipta Kerja berpotensi berakhir sama."

"Kepentingan yang mau disasar bukan kepentingan publik, sehingga partisipasi publik potensial dianggap tidak relevan dan formalitas," kata Peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe) Violla Reininda, kepada wartawan, Rabu (25/5/2022).

Baca juga: Ketua DPR Pastikan Pengesahan UU P3 untuk Tindaklanjuti Putusan MK Soal Ciptaker

Padahal satu di antara amar putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja adalah membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat yang mau mengkritisi dan memberikan masukan terhadap revisi UU Cipta Kerja.

Maka, UU P3 yang disahkan paripurna DPR itu akan menjadi landasan hukum bagi UU Cipta Kerja.

Berita Rekomendasi

Partisipasi publik dalam pembentukan UU kata dia, harus dibaca bersamaan dengan beberapa aspek, yaitu akses seluruh dokumen terkait pembentukan dan proporsionalitas waktu pembentukan dan bagaimana DPR dan pemerintah secara aktif mengundang dan melibatkan masyarakat.

Namun ketiganya tidak tercapai dalam pembahasan revisi UU P3.

Pembahasan ini hanya dilakukan kurang dari dua pekan, dan dokumen tidak dapat diakses oleh masyarakat.

"Kanal-kanal, rapat-rapat terbuka di media sosial bernilai formalitas. Tidak bisa dijadikan patokan partisipasi karena tidak terdapat komunikasi dua arah dan interaktif," ucap Violla.

Baca juga: Antisipasi Meningkatnya Kasus Covid-19, Sultan Undang Utusan Buruh Temui Pansus UU Ciptaker DPD RI

Kemudian partisipasi publik, seperti yang terjadi dalam pembahasan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diinisiasi oleh kelompok masyarakat.

Harusnya, kata dia pemerintah dan DPR yang pro aktif.

"Partisipasi publik artinya DPR dan Pemerintah yang proaktif dan inisiatif melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait, bukan sebaliknya," ujar Violla.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan DPR saat ini menunggu surat presiden (surpres) untuk memulai perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) usai mengesahkan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU P3) menjadi undang-undang.

"Kita akan tunggu surpres dari Presiden. Kemudian, sesuai mekanisme di DPR, akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya," kata Puan.

Menurutnya, revisi UU P3 sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal metode omnibus law tak diatur dalam UU P3 sebelum direvisi.

Puan berharap UU P3 hasil revisi dapat diimplementasikan dan memberi manfaat.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas