Bicara di Forum Pengurangan Risiko Bencana PBB, Ketua DPR: Sekarang Saatnya Lakukan Aksi Nyata
Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara dalam The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Bali.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Daryono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara dalam The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Bali.
Pada forum pengurangan risiko bencana PBB ini, Puan menekankan pentingnya seluruh bangsa untuk bertindak melakukan aksi nyata mengatasi masalah-masalah kebencanaan.
“Pertemuan ini merupakan upaya kita bersama dalam membangun komitmen sebagai warga bangsa di bumi ini,” kata Puan dalam acara yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Kamis (26/5/2022).
Puan menyebut, komitmen antar bangsa dan negara sudah sering dilakukan dalam berbagai forum, kerja sama, dan pertemuan-pertemuan.
“Bahkan komitmen memajukan kepentingan bersama dan kerjasama telah dilakukan sejak Konferensi Asia Afrika tahun 1955,” ucapnya.
Baca juga: Bicara Isu Perempuan Saat Bertemu Presiden Majelis Umum PBB, Ketua DPR Singgung Soal UU TPKS
Menurut Puan, Pandemi Covid-19 telah menjadi wake up call akan pentingnya upaya dan kerja bersama dalam menghadapi masalah-masalah global.
Dia menegaskan, diperlukan upaya bersama dalam menyelesaikan permasalahan global seperti kerentanan pangan, energi, air bersih sanitasi, dan kelestarian alam.
“Persaingan ekonomi global dan perkembangan industri, telah menciptakan kesenjangan antar negara dalam mengeksploitasi alam, pemanfaatan teknologi eksploitasi dan jalannya pembangunan yang berkaitan dengan lingkungan hidup,” ujarnya.
Puan juga menyoroti kesenjangan capaian kemajuan antar-negara. Hal tersebut, kata Puan, membuat negara-negara di dunia memiliki sikap yang berbeda dalam mengeksploitasi alam sebagai sumber untuk pendapatan negara.
"Karenanya tema pertemuan GPDRR ini memang sangat tepat dan relevan karena dunia perlu membangun resiliensi bencana yang berpusat pada manusia (people-centered),” kata Puan pada forum yang bertemakan From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World itu.
Menurut Puan, resiliensi bencana yang berpusat pada manusia (people-centered) dimulai dari membangun kesadaran dan komitmen untuk menjaga kelestarian dan daya dukung alam dan lingkungan hidup. Pada tahap selanjutnya, terdapat pula tuntutan kemauan bersama dalam membangun tata dunia ekosistem industri dan perekonomian yang ramah terhadap lingkungan hidup.
“Sejak deklarasi Dasasila Bandung 1955, yang bercita-cita setiap bangsa merdeka dan sejahtera, hingga saat ini masih ditemukan berbagai kasus kekurangan pangan, air bersih, kerusakan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup, yang masih banyak ditemukan,” ujar Puan.
“Oleh karena itu diperlukan perubahan cara berpikir; suatu cara berpikir bahwa kita tidak saja mengambil dari alam, tetapi kita harus memulihkan alam kembali kepada ekosistem yang baik,” imbuhnya.
Baca juga: Ketua DPR Puan Maharani Dorong Resiliensi Bencana Berpusat pada Manusia
Di sisi lain, Puan menyatakan parlemen juga semakin menyadari peran strategis dalam penguatan kerja sama internasional antar parlemen untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Dia menegaskan, isu ini menjadi salah satu perhatian bersama antara lain di Inter Parliamentary Union (IPU) yang merupakan forum parlemen negara-negara dunia.
“Sebagai Presiden Majelis IPU ke-144 di Bali, 20-24 Maret 2022 lalu, saya telah memimpin disepakatinya Deklarasi Nusa Dua terkait upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” kata Puan.
Dalam Deklarasi Nusa Dua, parlemen-parlemen negara dunia menegaskan komitmen untuk penguatan aksi nasional untuk mewujudkan komitmen global, yaitu mencapai net zero emmissions.
Selain itu, jelas Puan, dukungan terhadap pembiayaan iklim bagi negara berkembang sebesar US$ 100 milliar yang harus segera dipenuhi.
“Di tingkat regional, ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) juga mendorong kerjasama guna mewujudkan ASEAN Vision 2025 on Disaster Management,” ucapnya.
Puan menyatakan, diperlukan bentuk kerja sama antar bangsa dan negara yang realistis dan nyata, untuk dapat menyentuh permasalahan inti.
Permasalahan inti yang dimaksud yaitu mengelola persaingan ekonomi global dan industri yang dapat berkontribusi dalam pemulihan lingkungan hidup.
“Di mana industri tidak hanya mengambil dari alam tetapi juga harus dapat mengembalikan pemulihannya. Ini adalah suatu program pemulihan yang dilakukan secara sistematis dan masif,” pungkas Puan. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.