IPW Minta Penghentian Penyidikan Kasus Helikopter AW-101 oleh Puspom TNI Dijelaskan Kepada Publik
IPW meminta Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI menjelaskan terkait alasan hukum penghentian penyidikan korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi TNI memerintahkan Panglima TNI menjelaskan kepada masyarakat terkait alasan hukum penghentian penyidikan yang dilakukan Puspom TNI dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meneruskan proses hukum korupsi Helikopter dengan melakukan upaya paksa menahan tersangka Irfan Kurnia Saleh pada 24 Mei 2022.
"Penjelasan oleh Panglima TNI sangat penting agar masyarakat tidak dibingungkan dengan fenomena pertentangan diametral penegakan hukum dalam perkara korupsi pengadaan Heli AW-101," kata
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, dalam keterangan yang diterima, Jumat (27/5/2022).
Menurut dia, pada akhir tahun 2021, Puspom TNI menghentikan kasus korupsi helikopter AW-101 lima tersangka yakni Marsma FA, Kolonel FTS, Letkol WW, Pelda S, dan Marsda SB.
Sementara untuk pokok perkara sama yang menimpa warga sipil yakni pengusaha Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juni 2017, dan beberapa hari lalu telah ditahan KPK untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam proses hukum di peradilan Tipikor.
"IPW menilai dengan adanya satu pokok perkara yang sama tetapi dengan penegakan hukum yang berbeda ini akan menciderai penegakan hukum di Indonesia. Utamanya, dalam pemberantasan korupsi sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan," katanya.
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Sejak 2017, KPK Akhirnya Tahan Irfan Kurnia Saleh
Padahal, lanjut Sugeng, awal proses kasus ini dibongkar tahun 2016, antara Puspom TNI dengan KPK sejalan dimana Puspom TNI dan KPK sepakat telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan Heli AW-101.
Penetapan tersangka terhadap 5 anggota TNI oleh puspom TNI dan 1 warga sipil oleh KPK sudah tepat karena unsur-unsur melawan hukum dan atau penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara dinilai telah terpenuhi oleh penyidik .
"Namun, dengan dihentikannya penyidikan oleh Puspom TNI dan tanpa penjelasan alasannya, menjadikan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi menjadi timpang," ujarnya.
Sehingga, lanjut dia, dengan ditahannya tersangka dari pihak swasta oleh KPK menjadi batu ujian pelaksanaan hukum di Indonesia, termasuk pengujian kapasitas Jenderal Andika Perkasa.
Baca juga: KPK Panggil Irfan Kurnia Saleh, Tersangka Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Sesuai penjelasan ketua KPK Firli Bahuri pengadaan Heli AW 101 tersebut didahului adanya pertemuan antara tersangka Irfan, Lorenzo Pariani dari perwakilan perusahaan Heli AW dengan Mohammad Syafei Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta untuk membahas pengadaan Helikopter AW-101 dan diduga memberikan proposal terkait pengadaan heli AW-101.
Harga satu unit senilai 56,4 Juta dolar, sementara harga satu unit pembelian Heli AW 101 kepada pihak produsen Heli AW 101 hanya 39,3 juta dolar.
Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan bahwa dalam tahapan lelang, panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan tersangka Irfan dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.
Baca juga: KPK Beberkan Perkembangan Penyidikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Selain itu, dijelaskan oleh Firli kalau Irfan telah menerima pembayaran penuh tetapi barang yang diserahkan yakni heli AW-101 tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak.
"IPW mengkhawatirkan kasus yang diajukan oleh KPK atas nama tersangka Irfan Kurnia Saleh pada persidangan Pengadilan Tipikor akan kandas karena terjadinya pertentangan penetapan antara Puspom TNI dan KPK dalam memandang perkara ini," ujarnya.
Selain itu, kandasnya perkara ini, menurut Sugeng bisa saja terjadi karena kurang pihak, disebabkan Puspom TNI menghentikan perkara ditingkat penyidikan.
"Untuk itu, Presiden Joko Widodo diharapkan dapat meminta penjelasan pada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait perkara ini demi tegaknya prinsip-prinsip negara hukum yang diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945," katanya. (*)