Jokowi Dijadwalkan Hadir saat Pemakaman Buya Syafii Maarif di Yogyakarta
Jokowi dijadwalkan akan hadir saat pelepasan jenazah Buya Syafii Maarif di Masjid Kota Gedhe, Yogyakarta pada pukul 14.30 WIB.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan hadir dalam pemakaman Buya Syafii Maarif.
Dikutip dari laman Muhammadiyah, Jokowi dijadwalkan hadir pada pukul 14.30 WIB di Masjid Gedhe, Yogyakarta.
Selain itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir turut melepas pemakaman untuk mewakili Muhammadiyah dan keluarga.
Sebelumnya, Jokowi telah menyampaikan turut berbelasungkawa atas meninggalnya Buya Syafii Maarif.
Baca juga: Buya Syafii Wafat, Dewan Syuro: Kita Kehilangan Sosok yang Tidak Pernah Absen Membela yang Lemah
Baca juga: Puan: Tugas Kita Melanjutkan Cita-cita Buya Syafii soal Islam Berkemajuan dan Toleransi
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, hari ini, pukul 10.15 WIB, Buya Prof.Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, tokoh bangsa yang kita cintai, wafat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta,” kata Jokowi dalam akun Instagram resminya, @jokowi pada Jumat (27/5/2022).
Lebih lanjut, Jokowi pun menceritakan bahwa dua bulan yang lalu ia sempat datang untuk menjenguk Buya Syafii Maarif di kediamannya di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
“Saat beliau baru keluar rumah sakit seusai perawatan selama beberapa hari. Saat itu, beliau sudah sehat dan terlihat bugar. Itulah pertemuan terakhir saya dengan Buya Syafii,” cerita Jokowi.
“Atas nama pemerintah, rakyat Indonesia, saya menyampaikan belasungkawa yang dalam atas berpulangnya Buya Syafii. Semoga amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT, diampuni kesalahannya, dan segenap keluarga yang ditinggalkan sabar dan tabah,” tuturnya.
Sebelum meninggal dunia, Buya Syafii telah dirawat di RSU PKU Muhammadiyah Gamping sejak tanggal 13 Mei 2022 karena sakit jantung.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Humas PKU Muhammadiyah Gamping, Rubiyanto.
“(Buya Syafii Maarif) meninggal pukul 10.15 WIB di ruang ICCU,” kata Rubiyanto.
Sementara terkait pemakaman Buya Syafii Maarif, Ketua MDMC PP Muhammadiyah Budi Setiawan mengatakan bahwa jenazah akan disemayamkan di Masjid Gede Yogyakarta.
Lantas untuk pemakaman akan dilakukan di Pemakaman Khusnul Khotimah milik Muhammadiyah yang berlokasi di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo.
Sosok Buya Syafii Maarif
Dikutip dari Tribunnews, Buya Syafii Maarif lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau, Buya Syafii dikabarkan wafat pada usia 87 tahun.
Anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fathiyah ini memiliki 14 saudara seayah.
Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal.
Buya Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya.
Pendidikan
Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD) di Sumpur Kudus.
Sepulang sekolah, Pi'i, panggilan akrabnya semasa kecil, belajar agama ke sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah pada sore hari.
Ia tamat dari SR pada tahun 1947, namun ia tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun.
Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau.
Tiga tahun berlalu, saat usianya 18 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Jawa.
Bersama dua adik sepupunya, yakni Azra'i dan Suward, ia diajak belajar ke Yogyakarta oleh M. Sanusi Latief.
Namun sesampai di Yogyakarta, niatnya bersekolah kandas karena kelas sudah penuh.
Tidak lama setelah itu, ia justru diangkat menjadi guru Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di sekolah tersebut.
Ia kemudian mendaftar ke Mu'allimin dan akhirnya ia diterima.
Selama belajar di sekolah tersebut, ia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar (Kini Dibawahi oleh Lembaga Pers Mu'allimin) yakni sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta.
Sepeninggal sang ayah pada 5 Oktober 1955, Buya Syafii masih menyelesaikan sekolahnya.
Tidak lama setelah tamat sekola, usia 21, ia berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru.
Setahun mengajar di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading, Buya Syafii kembali lagi ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta.
Buya Syafi masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964.
Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.
Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS.
Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS.
Buya Syafii lalu terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid dan Amien Rais.
Karir
Buya Syafii pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958.
Setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia kemudian bergadang bersama temannya.
Ia juga sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo dan menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Ulama dan cendekiawan Indonesia pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif.
Setelah meninggalkan posisinya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute.
Guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis dan menjadi pembicara dalam sejumlah seminar.
Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak.
Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul: Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, 1984 dan Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985.
Atas karya-karyanya itu, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
Berdasarkan pengalamannya, penulis Damiem Demantra pun membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung'.
Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).
Cendekiawan muslim Adian Husaini mengkategorikan Ahmad Syafii Maarif sebagai tokoh Muhammadiyah pendukung gagasan Islam Liberal (neomodernisme) yang diusung oleh Fazlur Rahman.
Syafii bersama dengan Hasyim Muzadi melakukan penolakan pemberlakuan syariat Islam secara formal di Indonesia.
Syafii masuk dalam 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia dalam buku Budi Handrianto.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Galuh Widya Wardani)
Artikel lain terkait Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.