Pengamat Militer Saran Panglima TNI & KSAD Pensiunkan Brigjen Andi yang Jabat Pj Bupati Seram Barat
Ia juga menyarankan Dudung segera mengajukan surat usul pemberhentian dengan hormat Brigjen Andi Chandra kepada Panglima TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
"Agar tidak terulang di masa mendatang, ada baiknya Jenderal Andika bersama dengan tiga kepala staf angkatan untuk membangun mekanisme percepatan proses pemberian pensiun dini bagi prajurit aktif yang akan menduduki jabatan sipil di luar dari ketentuan UU TNI. Dengan demikian, tidak ada lagi perwira aktif TNI yang duduk di jabatan sipil," kata Anton.
Menurutnya penunjukkan perwira tinggi TNI aktif sebagai pejabat sementara kepala daerah bukanlah fenomena baru.
Pada tahun 2008, lanjut dia , Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Mayjen TNI Tanribali Lamo sebagai Pejabat Gubernur Sulawesi Selatan.
Pengangkatan perwira aktif sebagai pejabat sementara kepala daerah, kata dia, jelas melanggar pasal 47 ayat 1 UU 34/2004 bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Selain itu, kata Anton, jabatan kepala daerah bukanlah ruang jabatan yang masuk dalam 10 kantor seperti yang tertera dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI.
Menurutnya pengangkatan juga jelas tidak sejalan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021 yakni prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Sejatinya, kata dia, argumentasi Menteri Negara Pemberdayan Aparatur Negara Tjahjo Kumolo bahwa jabatan Kabinda termasuk dalam kategori Jabatan Tinggi Pratama tidaklah sepenuhnya kuat dijadikan dasar penunjukkan prajurit aktif sebagai pejabat kepala daerah.
Sebab, menurut Anton jabatan Kabinda tersebut bukanlah jabatan sipil murni.
"Peraturan Pemerintah No 17/2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil jelas mensyaratkan untuk jabatan tinggi sipil hanya dapat diisi oleh Prajurit TNI apabila telah mengundurkan diri dari kedinasan," kata Anton.
Menurutnya, akar masalah kekisruhan ini terjadi karena Kementerian Dalam Negeri tidak kunjung mengeluarkan petunjuk teknis terkait pengisian jabatan pejabat sementara kepala daerah.
"Hal ini menjadikan tiadanya transparansi dan panduan yang jelas dalam penentuan sosok pejabat sementara," kata dia.