10 Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK dari MUI
MUI rilis 10 panduan ibadah kurban saat kondisi wabah PMK. Hewan PMK kategori ringan sah jadi hewan kurban. Simak selengkapnya di sini.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS. COM - Hewan yang terkena Foot and Mouth Disease atau Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) gejala klinis kategori berat, tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.
Hal tersebut ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI melalui Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh pada Selasa (31/5/2022) di Gedung MUI Pusat, Jakarta, dikutip dari laman MUI.
Baca juga: Jatim Kekurangan Stok 120.000 Ekor Kambing Layak Kurban, Warga Disarankan Berkurban dengan Domba
Hewan tersebut baru sah dikorbankan bila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yaitu 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Bila hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh PMK dalam waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah), maka hewan tersebut sah dijadikan hewan kurban," ungkapnya.
10 Panduan Ibadah Kurban
Panduan hewan kurban tertuang dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK.
Fatwa ini ditetapkan pada Selasa, (31/5/2022) yang disampaikan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh di Gedung MUI, Jakarta Pusat.
Berikut 10 panduan ibadah berkurban untuk mencegah hewan terpapar PMK, dikutip dari laman MUI:
1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.
3. Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.
4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban: