Mengenal Letjen TNI Purn Hinsa Siburian, Kepala BSSN: Belasan Tahun di Kopassus dan Sat-81 Gultor
Hinsa menceritakan kisah hidupnya berjuang lulus penerimaan bintara TNI AD, sebelum akhirnya masuk ke taruna hingga pernah bertugas dalam pasukan elit
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak banyak masyarakat Indonesia mengenal tokoh militer Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal TNI (Purn) Hinsa Siburian.
Pria yang belasan tahun bertugas di kesatuan Kopassus, pasukan elite TNI AD ini, berasal dari sebuah daerah Tarutung di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Hinsa menceritakan kisah hidupnya berjuang lulus penerimaan bintara TNI AD, sebelum akhirnya masuk ke taruna hingga pernah bertugas dalam pasukan elit Sat-81 Gultor Kopassus selama hampir 12 tahun.
Lebih dari itu, peraih Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama Akabri (sekarang Akmil) 1986 itu juga telah berdinas selama 17 tahun di Korps Baret Merah.
Mengawali kariernya sebagai Komandan Unit Grup 1 Kopassus selepas lulus Akmil, berbagai jabatan di luar Korps Baret Merah pun pernah dilakoninya.
Terakhir, ia tercatat pernah menjabat sebagai Pangdam XVII Cenderawasih dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Dalam wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, ia pun berbagi sekelumit pengalamannya di dunia militer.
Pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, 28 Oktober 1959 itu mengaku tidak langsung lulus menjadi Taruna Akmil ketika pertama kali mendaftar pada tahun 1979.
Bahkan, ia mengaku sempat pernah menjadi Bintara sebelum akhirnya kembali mendaftar sebagai Taruna Akmil dan lulus pada tahun 1986.
"Saya 17 tahun di Kopassus."
"Di pasukan dulu ada namanya Den-81 Gultor (sekarang Sat-81), antiteror, saya di situ hampir 12 tahun."
"Baru dari situ dinaslah ke mana-mana."
"Terakhir di Papua, sebagai Pangdam dan terakhir sekali menjadi Wakasad," kata Hinsa di kantor redaksi Tribunnews.com, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2022).
Selama malang melintang di dunia militer, Hinsa mengatakan telah merasakan empat kali melasksanakan tugas operasi di Timor-Timur.
Dari pengalamannya selama operasi di sana, ia masih ingat bagaimana rasanya memikul ransel dan senjata masuk gua "mencari musuh".
Ia pun masih ingat ketika pesawat yang ditumpanginya menuju Yahukimo harus mendarat dengan kondisi satu baling-baling.
Namun demikian, dari pengalaman-pengalamannya di daerah operasi tersebut, satu pelajaran yang ia pegang hingga saat ini.
"Kalau kita jadi pemimpin, terutama di tentara, ya dekat dengan anak buah. Terutama di Kopassus ya, memang situasinya memaksa kita untuk sama-sama dengan mereka," kata Hinsa.
Baginya, anak buahnya lebih daripada keluarga.
Hal tersebut, kata Hinsa, karena tugas operasi membuat seorang pemimpin dan anak buahnya harus saling melindungi dan mengamankan.
"Anak buah itu lebih-lebih dari keluarga kita ya. Karena kita sama-sama mereka. Itu saja menurut saya karena mereka yang kadang-kadang mengamankan mereka. Kita juga berpikir bagaimana mereka supaya aman," kata Hinsa.
Ia pun teringat perkataan ahli strategi militer Sun Tzu bahwa setiap hari adalah perang.
Sebagai Kepala BSSN, kalimat tersebut pun terasa begitu nyata untuknya yang setiap hari menerima laporan serangan-serangan siber.
Setiap saat, kata dia, ada perang di dunia siber.
Lebih dari itu, menurut Hinsa, pengalamannya di Kopassus ternyata relevan dalam tugasnya sebagai kepala badan yang mengurusi ancaman siber.
"Kita punya kewajiban memberikan informasi yang ada di ruang siber, ini kan dengan tadi saya katakan tugas pokok itu kan melihat, kita menginformasikan. Jadi pengalaman-pengalaman saya di Kopassus juga relevan. (Karena itu basisnya) intelijen juga. Keamanan," kata dia.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.