Budi Hermanto Baca Surat tentang Isi Hatinya di Persidangan, Hakim: Langsung ke Intinya Saja
Namun hal itu lalu ditolak oleh hakim ketua sebab terdakwa tak punya kewajiban untuk menyampaikan sumpah.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Hermanto terdakwa kasus investasi emas dengan modus skema ponzi membaca surat yang ia sebut sebagai isi hatinya dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (6/6/2022).
Saat membaca surat itu, suaranya terdengar ringkih.
Meski sempat diinterupsi oleh majelis hakim dan diminta untuk langsung menyampaikan poinnya, ia kekeh terus lanjut membaca.
"Izin yang mulia, membaca surat. Ini suara hati saya yang saya sampaikan. Sumpah yang mulia ini saya ucapakan dengan yang sebenarnya-benarnya," ujar terdakwa.
"Silakan sampaikan," balas hakim.
"Kalau bisa saya sumpah juga yang mulia," lanjut terdakwa.
Baca juga: Tim Kuasa Hukum Budi Hermanto Nilai Tuntutan JPU Tidak Tepat
Namun hal itu lalu ditolak oleh hakim ketua sebab terdakwa tak punya kewajiban untuk menyampaikan sumpah.
"Regulasi terdakwa tak ada kewajiban menyampaikan sumpah. Sampaikan saja (isi surat), silakan," tegas hakim.
Dalam suratnya terdakwa menceritakan perjalanan hidupnya dari ia mulai merintis karir di Jakarta hingga mempunya toko emas dan mempekerjakan banyak karyawan.
Masih dalam suara yang terdengar pilu terdakwa terus bercerita melalui sambungan Zoom yang terhubung ke ruang pengadilan.
"Lalu pada awal 2018 dimulai kisah sedih ini. Selama periode ini harga emas naik. Banyak yang menjual emas ke saya. Karena terdorong situasi harga emas naik, saya pun tergoda bersama-sama dengan mereka untuk coba peruntungan dengan menerima tawaran beli emas dengan harga yang lebih tinggi tersebut," ujar terdakwa.
Cerita terdakwa kembali dipotong oleh hakim sebab hakim masih meminta agar terdakwa langsung menyampaikan inti penting yang hendak disampaikan.
"Terdakwa saya potong. Itu nanti coba diserahkan ke penasihat hukum, bisa? Apa yang saudara baca itu," tanya hakim kepada terdakwa.
"Ini sedikit yang mulia," balas terdakwa.
"Intinya saja. Nanti saya baca itu," hakim membalas lebih tegas.
Namun setelah itu hakim pun tampak luluh dan membiarkan terdakwa untuk terus membaca isi suratnya sampai selesai.
Inti isi surat terdakwa adalah tentang dirinya yang merasakan banyak ketidakadilan atas perbuatannya yang dilaporkan oleh para korban.
"Saya mengalami keguguran selama satu tahun. Sehingga kerugian saya tanggung sendri. Ini tidak adil. Saat untung, dinikmati bersama. Saat rugi, saya tanggung sendiri. Padahal mereka yang tawarkanan emas ke toko saya. Sungguh tidak adil yang mulia. Saat rugi seolah-olah saya merampok uang mereka," ucap terdakwa dengan nada memelas.
Awal Mula Kasus
Kasus ini berawal dari tahun 2019 lalu.
Di mana saat itu terdakwa Budi Hermanto menawarkan investasi emas yang ditukar dengan bilyet giro. Pencairan investasi ini dilakukan secara bertempo.
Terdakwa menawarkan jangka waktu pembayaran bilyet giro yang bunganya makin lama makin tinggi
Merasa tergiur, sejumlah korban kemudian menyerahkan investasi emas ke terdakwa.
Ternyata lama-kelamaan Budi Hermanto tidak menepati janjinya. Budi Hermanto diduga memutar uang dari investor baru ke investor lama.
Sebelumnya, terdakwa dituntut 17 tahun penjara. Ia juga dituntut membayar denda Rp 2 miliar.
Selain itu, jaksa meminta hakim mengembalikan aset terdakwa yang pernah disita sebelumnya kepada 22 orang korban.