Disertasi Hasto soal Geopolitik Bung Karno Diusulkan Jadi Buku Ajar Referensi di Universitas
Di dalam disertasinya, Hasto bisa membuktikan bahwa pemikiran geopolitik Soekarno bahkan bisa menjadi hukum internasional yang baru.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
![Disertasi Hasto soal Geopolitik Bung Karno Diusulkan Jadi Buku Ajar Referensi di Universitas](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/hasto-kristiyanto-sidang-promosi-doktor-nih4.jpg)
Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Evi Fitriani, yang menjadi salah seorang penguji dalam sidang disertasi Hasto, sempat mempertanyakan tesis Hasto itu.
Sebab baginya, situasi hubungan internasional tak selalu sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Di zaman Soekarno, muncul berbagai konflik kepentingan dengan negara lain dipicu strategi geopolitik Soekarno. Sehingga dia mempertanyakan tesis mengenai hidup berdampingan atau co-existence itu.
Hasto menjawab, dirinya menjelaskan bagaimana dahulu Bung Karno bisa meyakinkan Amerika Serikat (AS) yang awalnya menolak Konferensi Asia Afrika.
Pemerintahan Bung Karno saat itu lalu merancang misi diplomasi dengan mengingatkan AS soal patriotisme AS dalam menghadapi penjajahan kolonialisme Inggris.
Begitupun ketika Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat, yang ditentang Belanda dengan menggalang kekuatan dari AS.
Indonesia saat itu mampu menggalang dukungan Inggris karena kedekatan personal antara Menteri luar negeri Subandrio dan Ratu Elizabeth.
Baca juga: Prabowo: Disertasi Hasto soal Geopolitik Soekarno Masih Relevan, Bermanfaat Bagi Generasi Ke Depan
"Ketika Inggris mendukung kita, maka Australia ikut mendukung kita. Ini yang kemudian tidak kita leverage. Kita meninggalkan Asia Afrika sebagai playing field kita. Kita meninggalkan Amerika Latin sebagai playing field kita. Padahal itu adalah basis legitimasi kita di sistem internasional yang telah dibangun susah payah oleh Bung Karno," kata Hasto.
Hasto menambahkan, Indonesia memerlukan kepemimpinan nasional yang punya kesadaran geopolitik dan mampu bertindak aktif. Ketiadaan sumber daya harus memunculkan ide dan gagasan, suatu spirit yang mampu mengatasi berbagai hambatan dalam sistem internasional yang anarkis.
"Gagasan Soekarno masih sangat relevan di dalam sistem internasional. Hanya perlu pemimpin nasional yang memiliki cara pandang geopolitik memperjuangkan kepentingan nasional," kata Hasto.