Hakim: Perbuatan Priyanto Cerminkan Oknum Prajurit yang Jauh dari Sifat Ksatria dan Perikemanusiaan
Ketua Majelis Hakim engungkapkan hasil penilaian majelis hakim atas sifat, hakikat, dan akibat dari perbuatan Kolonel Priyanto.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Faridah Faisal mengungkapkan hasil penilaian majelis hakim atas sifat, hakikat, dan akibat dari perbuatan terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan sejoli di Nagreg, Jawa Barat Kolonel Inf Priyanto.
Faridah menjelaskan terkait sifat dari perbuatannya, Majelis Hakim Militer Tinggi menilai Priyanto melakukan perbuatan yang sesungguhnya dalam rangka untuk menghilangkan jejak sehingga tidak mempedulikan lagi keselamatan dan nyawa orang lain dan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.
Bahwa hakikat dari perbuatan Priyanto melakukan dan turut serta melakukan pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu, lanjut dia, adalah sebagai upaya terdakwa untuk melindungi Koptu Andreas menghindari tanggung jawabnya secara hukum atas kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya Salsabila dan Handi Saputra yang masih hidup namun dalam keadaan tidak sadar.
Hal tersebut, lanjut Faridah, dilakukan Priyanto dengan maksud agar perbuatannya tidak diketahui pihak yang berwajib.
Faridah menyampaikan hal tersebut ketika membacakan berkas putusan terhadap Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (7/6/2022).
Baca juga: Pertimbangan Hakim Vonis Penjara Seumur Hidup: Kolonel Priyanto Anggap Remeh Hak Asasi Manusia
"Hal ini menunjukkan sikap arogansi dan mengikuti keinginan hawa nafsu semata, sikap egoisme yang berlebihan, tanpa memedulikan nasib korban dan keluarganya serta mencerminkan seorang oknum prajurit yang jauh dari sifat ksatria dan berperikemanusiaan," kata Faridah.
Bahwa akibat dari perbuatan Priyanto, kata dia, adalah hilangnya nyawa Handi dan membuang mayat Salsabila ke Sungai Serayu.
Akibatnya, lanjut dia, menimbulkan penderitaan dan trauma yang berkpanjangan bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Keluarga korban, kata dia, telah kehilangan dua orang anak yang usianya masih sangat muda yang diharapkan dapat menjadi kebanggaan dan harapan di masa depan.
Baca juga: Soal Vonis Seumur Hidup Kolonel Priyanto, Keluarga Korban: Tetap Menerima meski Tak Puas
Selain itu, kata Faridah, perbuatan Priyanto juga dapat menurunkan citra TNI di mata masyarakat dan merusak hubungan baik TNI dan rakyat.
"Serta perbuatan tersebut meresahkan masyarakat dan menimbulkan trauma bagi keluarga dan masyarakat," kata dia.
Dalam pertimbangannya, kata Faridah, tujuan Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana pada diri Priyanto semata-mata bukanlah sebagai balas dendam atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dan juga bukan sebagai pemuas bagi keluarga korban.
Namun demikian, kata dia, pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada Priyanto untuk menegakkan keadilan yang tergoyahkan atas perbuatannya.
Lebih dari itu, kata dia, penjatuhan pidana kepada Priyanto juga bertujuan untuk menciptakan efek jera bagi individu lain dalam tatanan kehidupan pergaulan sebagai masyarakat.
Kemudian, kata dia, tujuan Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap Priyanto adalah untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.
Baca juga: Kolonel Priyanto Anggap Remeh Hak Asasi Manusia, Jadi Pertimbangan Hakim Vonis Penjara Seumur Hidup
"Menyelesaikan konflik yang dtimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat," lanjut Faridah.
Majelis Hakim Militer Tinggi II Jakarta kemudian menjatuhkan putusan pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer kepada Priyanto.
Faridah dalam berkas putusan yang dibacakannya menyatakan Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tiga tindak pidana.
Pertama, pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.
Kedua, perampasan kemerdekaan orang lain yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua.
Ketiga, menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang dilakukan secara bersama-sama.
"Memidana terdakwa oleh karena itu pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Faridah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.