Human Right Watch: Tragedi Tiananmen 33 Tahun Silam Sulit Dilupakan
Human Right Watch menyebut otoritas China selama setahun terakhir telah menangkap dan menuntut pihak yang mencoba mengungkap tragedi Tiananmen, yang
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Human Right Watch menyebut otoritas China selama setahun terakhir telah menangkap dan menuntut pihak yang mencoba mengungkap tragedi Tiananmen, yang terjadi 4 Juni 1989 silam.
Aktivis hingga mantan legislator disebut ditangkap lantaran diduga memprakarsai orang lain untuk berpartisipasi dalam demonstrasi damai bagi korban Tiananmen tahun 2020.
Peneliti senior Human Rights Watch, Yaqiu Wang mengatakan sejumlah aktivis Hong Kong kini masuk penjara karena memperingati tragedi Tiananmen.
"Aktivis Hong Kong sekarang dipenjara karena memperingati Pembantaian Tiananmen. Tapi jika sejarah adalah panduan, Presiden Xi Jinping belum menghapus ingatan tentang Tiananmen dari benak orang-orang China," kata Yaqiu Wang dalam keterangannya dikutip di laman resmi Human Right Watch, Selasa (7/6/2022).
Peneliti China untuk Human Rights Watch, Robin Munto menjelaskan tragedi Tiananmen dipicu oleh pertemuan damai mahasiswa hingga pekerja di Lapangan Tiananmen Beijing dan kota lainnya pada April 1989.
Pertemuan itu menyerukan kebebasan berekspresi, akuntabilitas, dan pemberantasan korupsi.
Menanggapi aksi tersebut, pemerintah China menanggapi protes yang semakin intensif pada akhir Mei 1989 dengan mengumumkan darurat militer.
Baca juga: Peringati 33 Tahun Tragedi Tiananmen, Massa Mahasiswa Demo di Depan Kedubes China
Usai tragedi itu terjadi, otoritas Tiongkok kemudian melancarkan tindakan keras nasional dan menangkap ribuan orang atas tuduhan 'kontra-revolusi', termasuk pembakaran dan gangguan atas ketertiban sosial.
Namun Beijing tidak merasa bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Seiring dengan bertambahnya daftar korban Tiananmen yang terjadi 33 tahun silam, Human Right Watch seyogianya mengizinkan penyelidikan publik independen.
"Seiring dengan bertambahnya daftar korban di Beijing, pemerintah dan PBB harus mengejar akuntabilitas dan mencari keadilan untuk Tiananmen dan banyak lainnya," pungkas Robin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.