KPK Pindahkan Penahanan Eks Bupati Buru Selatan ke Ambon
KPK) memindahkan tempat penahanan dua terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memindahkan tempat penahanan dua terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.
Dua terdakwa itu antara lain, mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta.
"Hari ini (8/6) Tim Jaksa telah selesai melakukan pemindahan tempat penahanan Terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dkk," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (8/6/2022).
Terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa kini ditahan di Rutan Klas IIA Ambon, sementara terdakwa Johny Rynhard Kasman ditahan di Rutan Polda Ambon.
Selama proses pemindahan para terdakwa, ujar Ali, dilaksanakan pengawalan ketat oleh Tim Pengawal Tahanan KPK dengan didampingi pengawalan anggota Kepolisian.
"Pemindahan tempat penahanan tersebut dalam rangka persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon. Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera akan dilakukan oleh Tim Jaksa KPK," ujar Ali.
KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.
Sebagai penerima suap, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta; sedangkan sebagai pemberi suap, yakni Ivana Kwelju (IK) selaku Direktur PT Vidi Citra Kencana (VCK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop, yang saat itu menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021, diduga telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan sejak awal menjabat.
Atensi dan intervensi Tagop tersebut antara lain mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar serta nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop juga merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dalam menentukan rekanan tersebut, Tagop meminta sejumlah uang sebagai bentuk fee bernilai 7-10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK), besaran fee-nya antara 7-10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya, Johny, untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank milik Johny. Selanjutnya, uang itu kemudian ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK menduga sebagian dari nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana, karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.