KPK Tak Segan Jerat Summarecon Agung dalam Kasus Suap Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
KPK memastikan akan menguatkan bukti atas dugaan kesepakatan para direksi Summarecon Agung untuk kasus dugaan suap di Yogyakarta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak segan menjerat PT Summarecon Agung sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan suap kepada mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti terkait pengurusan IMB Apartemen Royal Kedhaton.
Penetapan Summarecon sebagai tersangka korporasi akan dilakukan KPK sepanjang ditemukan bukti yang cukup.
KPK memastikan akan menguatkan bukti atas dugaan kesepakatan para direksi Summarecon Agung untuk pemberian suap terkait pemulusan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton, Malioboro, Yogyakarta.
Baca juga: Suap Eks Wali Kota Yogyakarta, KPK Selisik Pengajuan IMB Apartemen Lewat Anak Usaha Summarecon Agung
"Apakah kemudian ini (perintah atau arahan memberikan suap) ada kesepakatan sebuah BOD (Board of Directors atau direksi) atau sebuah perusahaan atau sebuah korporasi yang nanti akan kami cari ke sana pada saat (pemeriksaan) saksi-saksi, kalau kemungkinan ada ternyata ini (perintah atau arahan memberikan suap) adalah perbuatan korporasi ya (meminta pertanggungjawaban hukum), korporasi kan begitu," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Penguatan bukti atas dugaan arahan atau perintah pemberian suap oleh jajaran direksi SMRA sejurus dengan proses penyidikan sejumlah pihak yang telah dijerat oleh KPK.
Termasuk tersangka Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono.
"KPK tidak berhenti dalam satu titik dalam proses penyidikan tetapi kita harus kembangkan informasi dan data keterangan saksi itu, kalau kemudian bukti permulaan itu cukup menetapkan orang ataupun bahkan korporasi itu tersangka pasti kami akan naikkan proses selanjutnya," sebut Ali.
KPKi berpatokan pada PERMA Nomor 13 TAHUN 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi.
Komisi antikorupsi juga sudah berpengalaman dalam menjerat dan mengusut tersangka korporasi atas dugaan pemberi suap.
"(Yurisprodensi korporasi sebagai penyuap) ada. Subjeknya saja yang berbeda, kalau kemudian korporasi itukan kalau kesepakatan dalam sebuah rapat direksi misalnya atau badan BOD-nya misalnya," tutur Ali.
Di antara unsur yang harus terpenuhi dalam pemidanaan korporasi yakni korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana perusahaan diuntungkan atau manerima manfaat atas perbuatan tindak pidana, termasuk pemberian hadiah atau janji.
Dalam mengusut dan menguatkan bukti atas dugaan tersebut, KPK memastikan tak akan gegabah.
"Ya pastinya tentunya, nah itu kan apakah kesepakatan atau individu atau seperti apa gitu ini lah yang akan terus didalami, sejauh ini belum bisa kami sampaikan keterlibatan dari pihak-pihak karena proses (penyidikan masih) berjalan," kata Ali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.