Ancaman PHK Akibat Perubahan Iklim dan Transisi Energi, Pekerjaan Hijau Bisa Jadi Solusi
Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan ini menjadi isu hangat di berbagai media dan meresahkan para pencari kerja, terutama angkatan muda.
Editor: Johnson Simanjuntak
"Jadi energi terbarukan menciptakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan energi fosil dengan jumlah kapasitas yang hampir sama. Itu sebabnya Green Jobs bisa menjadi bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim karena saat ini sebagian besar emisi Indonesia berasal dari energi fosil. Semakin besar industri dengan visi ekonomi hijau dibangun maka semakin banyak Green Jobs tercipta. Begitu juga sebaliknya. Dan, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan untuk melindungi dan memulihkan lingkungan," kata Siti.
Indonesia lanjut Siti perlu langkah strategis dalam mendorong Green Jobs, yaitu menjadikan energi terbarukan sebagai sumber energi utama, perlunya peta jalan pengembangan keterampilan Green Jobs, dan menginformasikan serta mempromosikan peluang dan contoh nyata Green Jobs di berbagai sektor.
Anggota Komisi IV dan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa(PKB), Luluk Nur Hamidah mengatakan Green Jobs harus bisa diterjemahkan mulai dari akar rumput.
Misalnya, dari sektor pertanian yang akan jadi peluang di masa datang. "Kita bisa menciptakan makin banyak wirausaha berbasis anak muda dari pengolahan sampah organik pertanian menjadi pakan ternak atau ikan yang sampai hari ini kebutuhan pakan ini masih mengandalkan impor dan memakan biaya produksi," kata Luluk.
Mereka lanjut Luluk juga bisa ditambah keterampilannya dan diberikan akses modal atau kemudahan usaha. Sektor pertanian juga diarahkan ke good agriculture practices.
"Jadi selain meningkatkan ekonomi lokal, bisa membuat lingkungan lebih baik," kata Luluk.
Sementara itu Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, menambahkan dengan era transisi energi dan adanya target mencapai Net Zero Emission, Indonesia perlu fokus pada tiga sektor penting, yaitu sektor lahan, maritim, dan energi, terutama energi terbarukan.
Perlu ada regulasi payung yang memastikan terjadinya transisi energi menuju energi terbarukan. Dengan adanya payung hukum ini maka Green Jobs bisa dipastikan dapat diakselerasi.
"Sekiranya ini proses panjang maka tahapannya bisa dibuat lebih jelas. Ekosistemnya perlu dibangun sejak sekarang. Itu sebabnya kami mendorong Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) agar fokus saja pada energi terbarukan. Ini salah satu isu yang perlu dikawal di parlemen," kata Surya.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban mengamini langkah strategis yang disampaikan Koaksi Indonesia untuk menginformasikan dan mempromosikan Green Jobs.
"Adanya transformasi besar ini harus disosialisasikan supaya masyarakat luas bisa mengakses Green Jobs ke depannya. Masyarakat kita itu adalah masyarakat yang perlu dijelaskan dari A sampai Z, apa kebaikan dan dampaknya, termasuk masyarakat lokal yang ada di pedalaman," kata Elly.
Berikutnya harus ada peningkatan keterampilan dan pengetahuan seperti apa pekerjaan yang layak dan berkontribusi pada lingkungan supaya masyarakat sudah siap ketika ada pekerjaan baru. Apalagi setelah pandemi, lanjut Elly kolaborasi makin bertumbuh. Ini momen yang pas untuk memastikan keberlangsungan pekerjaan, khususnya yang terkait dengan isu climate change dan just transition.
Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace South East Asia, Tata Mustasya menegaskan konteks dunia dan Indonesia yang sudah sampai pada limit pengembangan ekonomi
tradisional dan harus berpindah ke energi terbarukan.
Transisi energi harus mengoptimalkan bonus demografi dengan tepat waktu. "Jadi dari sudut pandang branding, pemahaman Green Jobs perlu diperkuat," kata Tata.