Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peneliti Tegaskan Bahaya Mikroplastik Dalam Tubuh Manusia Belum Bisa Dibuktikan

Belum ada satu regulasi pun yang menetapkan batas aman mikroplastik dalam tubuh manusia.

Penulis: Anniza Kemala
Editor: Bardjan
zoom-in Peneliti Tegaskan Bahaya Mikroplastik Dalam Tubuh Manusia Belum Bisa Dibuktikan
Shutterstock
Ilustrasi mikroplastik. 

TRIBUNNEWS.COM -  Untuk pertama kalinya kandungan mikroplastik ditemukan di dalam darah manusia pada Maret 2022. Para ilmuwan Belanda mengambil sampel darah dari 22 pendonor darah yang sehat. Hasilnya, ditemukan partikel kecil plastik di dalam darah 80 persen pendonor.

Seperti dikutip dari The Guardian, penelitian ini menunjukan bahwa mikroplastik dapat melakukan perjalanan ke seluruh tubuh, bahkan mengendap di dalam organ-organ tubuh.

Meski dampak kesehatannya belum diketahui, para peneliti khawatir bahwa mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan sel manusia, gangguan hormon, hingga gangguan kesuburan.

Akan tetapi, saat ini berbagai penelitian untuk memastikan bahaya kesehatan mikroplastik di dalam tubuh manusia masih berjalan, sehingga belum ada satu regulasi pun yang menetapkan batas aman mikroplastik dalam tubuh manusia.

Dalam webinar “Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan & Kesehatan” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (16/6/2022), Peneliti Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andreas menegaskan, di Indonesia pun belum ada regulasi yang mengatur standar jumlah mikroplastik dalam suatu produk pangan.

“Sampai sekarang kan belum ada regulasi yang mengatur. Karena kalau dihitung sebagai jumlah itu enggak fair. Hal itu disebabkan dalam ada produk itu yang mungkin ada serpihan mikroplastiknya kecil-kecil dan jumlahnya 10, sedangkan produk lain serpihannya cuma satu tapi panjang. Itu kan tidak fair kalau dihitung dari jumlah mikroplastiknya,” ungkapnya.

Andreas melanjutkan, “Karena ukurannya beda-beda, ketebalannya beda. Jadi, tidak fair juga kalau jumlah itu dijadikan patokan.”

Berita Rekomendasi

Mikroplastik, menurutnya, ukurannya terlalu kecil sehingga mengamatinya pun harus menggunakan alat bantu yang layak, seperti mikroskop.

“Nah, untuk bisa memastikan itu material plastik, harus dilakukan pengujian secara instrumentasi. Jadi, semakin banyak informasi yang dirangkum untuk memastikan sesuatu itu adalah mikroplastik, akan semakin meningkatkan validitas dalam kita memastikannya,” ujarnya.

Untuk itulah, pendapat Andreas, belum ada satu negara pun yang membentuk regulasi soal standar jumlah mikroplastik.

Menurutnya, jika isu bahayanya telah digaungkan, Badan Standardisasi nasional (BSN) tentu akan mengambil tindakan.

“Kita tuh sekarang heboh terkait mikroplastik yang belum diketahui bahayanya. Kalau memang seperti itu, misal (isu bahayanya) semakin besar, umumnya Badan Standardisasi Nasional akan menangkap sinyal-sinyal itu. Mereka akan membentuk suatu tim kajian terkait standar atau metode apa yang harus dikeluarkan terkait standardisasi produk,” paparnya lagi.

Akhmad Zainal Abidin, akademisi dari Institut Teknologi Bandung dalam kesempatan yang sama menjelaskan, diperlukan penelitian lanjutan baik secara fisik maupun kimia untuk mengkaji dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia.

“Saat ini belum dapat dipastikan (bahaya mikroplastik terhadap kesehatan manusia) karena penemuannya relatif baru dan butuh penelitian lebih lanjut, namun dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa paparan dapat bersifat fisik menyebabkan kerusakan jaringan atau dapat bersifat kimia yang mengakibatkan bioakumulasi yang menyebabkan toksisitas hati. Masih dibutuhkan penelitian dan standar dunia belum ada,” jelas Akhmad.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas