Fatwa MUI Sebagai Panduan Masyarakat Lakukan Kurban di Tengah Wabah PMK
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sebagai panduan masyarakat untuk melakukan ibadah kurban. Khususnya di tengah wabah PMK.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Raya Idul Adha tinggal menghitung hari tapi wabah penyakit mulu dan kuku (PMK) masih menyerang belasan provinsi di Indonesia.
Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sebagai panduan masyarakat untuk melakukan ibadah kurban. Khususnya di tengah wabah PMK yang menyerang tanah air.
Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan menyebutkan jika secara umum, Indonesia harus optimis bisa jalankan ibadah kurban Idul Adha secara aman dan nyaman.
Kedua, tentu saat melaksanakan ibadah kurban harus melihat kondisi hewan yang akan dikurbankan. Dan harus sesuai kriteria yang disyariatkan.
Baca juga: Waspada dengan Wabah PMK, Pemerintah Yakin Kebutuhan Ternak untuk Idul Adha Tetap Terpenuhi
Seperti sehat, kuat dan kemudian dalam kondisi baik. Sehat secara lahir dan batin. Lalu fisik harus kuat.
Lebih lanjut, ada empat kriteria hewan ternak yang dikurbankan saat wabah sesuai Fatwa MUI No. 32 Tahun 2022.
Pertama, hewan kurban sah apa bila dalam keadaan sehat, kuat dan memiliki bobot yang baik. Hal ini yang diidamkan oleh para umat muslim saat menjalankan ibadah kurban.
Kedua, jika ada gejala klinis yang ringan, misalnya ada tanda-tanda pada kuku, keluar air liur tapi masih kelihatan kuat dan gagah, itu sah dikurbankan.
Ketiga, kalau ada hewan kurban yang kelihatan sudah mulai berat gejalanya, misal tampak lesu, tidak mau nafsu makan, air liur keluar, tapi masih punya nafsu makan kuat. Maka masih sah dikurbankan.
"Tapi kalau sudah lelah, lemah, lesu, jalan sudah susah, bahkan cenderung kelihatan kurus, maka tidak sah dikurbankan," ungkap Amirsyah pada siaran FMB9, Rabu (29/6/2022).
Ketiga kalau ada hewan ternak sakit, tapi segera diberikan suntik vaksin, kemudian sembuh, itu sah dikurbankan. Dengan rentang waktu penyembelihan pada tanggal 10-13 Dzulhijah, artinya di hari tasyrik.
Keempat kalau hewan ternak sakit, kemudian sembuh, tapi sembuhnya sudah di luar hari Tasyrik. Maka tidak sah sebagai kurban dan hanya terhitung sebagai sedekah biasa.
"Maka saya ingin menganjurkan kalau ada sapi, atau hewan kurban agak sulit disembuhkan, cepat disembelih. Kemudian dimasak dengan cara sesuai standar kesehatan," tegas Amirsyah.
Karena daging yang dimasak secara higenis, maka akan menyebabkan kuman-kuman di dalam daging mati. Sehingga tidak akan menular dalam konteks sedekah dan dikurbankan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.