KontraS Nilai Pengesahan 3 UU Daerah Otonomi Baru Papua Bentuk Pemaksaan Kehendak Pemerintah
KontraS turut menyoroti keputusan DPR RI bersama pemerintah yang mengesahkan tiga Undang-Undang daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut menyoroti keputusan DPR RI bersama pemerintah yang mengesahkan tiga Undang-Undang daerah otonomi baru (DOB) Papua.
KontraS menilai hal tersebut merupakan bentuk pemaksaan kehendak pemerintah.
Sebagai informasi, DPR RI bersama pemerintah telah mengesahkan tiga UU Papua ini pada 30 Juni 2022.
"Pengesahan ini tentu bentuk pemaksaan kehendak pemerintah, sebab proses legislasi UU tersebut tidak melalui prosedural yang sah,” kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis, Minggu (3/7/2022).
Tak hanya itu, Rivanlee juga menilai pemerintah dalam mengesahkan RUU DOB Papua tersebut bersikap tidak partisipatif.
Padahal kata dia, ada beberapa suara penolakan dari Orang Asli Papua (OAP) yang tidak sepakat terjadinya pemekaran Papua.
Baca juga: 3 Provinsi Baru di Papua, Anggota Komisi II DPR Sarankan Presiden Keluarkan Perppu Soal Pemilu 2024
"Proses ugal-ugalan dan tidak partisipatif terus dilanjutkan oleh DPR bersama pemerintah di tengah penolakan revisi Otsus serta DOB yang dilakukan dengan masif oleh masyarakat Papua. Hal ini tentu saja akan menambah besar luka OAP," ucapnya.
KontraS juga melihat minimnya ruang dialog antara pemerintah, DPR, dan OAP terkait dengan pembahasan pemekaran Papua.
Dia juga turut menyinggung soal tidak adanya persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) terkait pemekaran Papua.
Baca juga: MPR Harap Pemekaran Papua Kian Kokohkan Bumi Cenderawasih di Tanah NKRI
“Kami melihat bahwa ruang dialog tidak dibuka secara maksimal utamanya terhadap OAP. Terlebih secara formil, pengesahan DOB ini tidak pernah mendapatkan persetujuan dari MRP,” ujar Rivanlee.
Hal itu lantas kata dia, bertentangan dengan Pasal 76 UU Otonomi Khusus.
Proses pemekaran atau pembentukan DOB ini juga seharusnya dibahas secara mandalam sebab akan berimplikasi pada seluruh masyarakat Papua baik dalam tataran administrasi, kewilayahan, kependudukan, kesejahteraan dan kesiapan penyelenggaraan daerah.
Lebih jauh, berdasarkan pengamatan KontraS, pemekaran Papua dinilai akan jadi sumber masalah baru bagi Papua.
"Terlebih, kami meragukan bahwa ini murni untuk kepentingan masyarakat Papua, melainkan ada kaitannya dengan kepentingan ekonomi-bisnis dan investasi,” kata Rozy Brilian selaku Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS.
Baca juga: 37 Provinsi di Indonesia dan Ibu Kotanya, Pulau Papua Punya 3 Provinsi Baru