Perjuangkan Presidential Threshold 0 Persen, Syarikat Islam: Agar Rakyat Punya Pilihan Pemimpin
Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menggelar sarasehan kebangsaan dengan tema 'Demokrasi & Keadilan Sosial' di markas PP SI di kawasan Menteng.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menggelar sarasehan kebangsaan dengan tema 'Demokrasi & Keadilan Sosial' di markas PP SI di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Minggu (3/7/2022).
Dalam acara Sarasehan tersebut dihadiri oleh antara lain Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moch. Jumhur Hidayat, pengamat politik Rocky Gerung, peneliti BRIN Prof. Siti Zuhro.
Tokoh aktivis nasional Syahganda Nainggolan, hadir juga mantan Menteri Kelautan & Perikanan RI Susi Pudjiastuti, dan lain-lain.
Dihadiri oleh pengurus dan organisasi serumpun Syarikat Islam seperti SEMMI, SESMI, PERISAI. Selain itu terlihat hadir Gus Aam cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Wahab Hasbullah yang juga pendiri Syarikat Islam Cabang Mekkah Al Mukkaramah, Habib Mukhsin, musisi Ahmad Dani, petinju Daud Jordan, artis Miing Bagito, artis senior Anwar Fuadi serta tokoh lainnya.
Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono mengatakan, dengan mengangkat tema demokrasi dan keadilan sosial, sarasehan kebangsaan ini diharapkan dapat menganalisis demokrasi Indonesia yang saat ini dirasakan makin jauh dari harapan rakyat untuk jadi lebih baik terutama demokrasi dan instrumennya yang saat ini di rasakan hanya menguntungkan elite.
"Sementara persoalan hidup rakyat makin berat yang ditandai kenaikan sembako, listrik, bahan bakar minyak (BBM), dll. Ada perasaan umum soal ketidakadilan dimana mana dan juga perasaan umum para oligarki sudah terlalu jauh mendominasi ruang ekonomi dan politik. Ketidakadilan ini makin terasa dalam demokrasi yang tunduk pada oligarki," kata Ferry di Jakarta, Minggu (3/7/2022).
Menurut Ferry, esensi perubahan yang dibutuhkan rakyat bukan sekedar pergantian atau sirkulasi elite.
"Syarikat Islam diharapkan kembali mengambil peran sejarah perjuangan ya sekarang. Logika elite tentang demokrasi pergantian atau sirkulasi elite. Tapi logika rakyat tentang ketidakadilan menginginkan perubahan," katanya.
"Syarikat Islam akan memelopori bahwa demokrasi itu akan tumbuh jika ada pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia, ada keadilan ekonomi, ada distribusi ekonomi yang merata pada rakyat kecil bukan seperti keadaan hari ini di mana ekonomi hanya terpusat kepada segelintir orang," ucap Ferry.
Baca juga: Didukung Relawan Kopisusi Jadi Capres 2024, Susi Pudjiastuti Bicara Soal Presidential Threshold
Ferry menegaskan, selain itu perjuangan Syarikat Islam lainnya saat ini adalah memperjuangkan Presidential Threshold (PT) 0 persen agar demokrasi tidak hanya milik elite partai politik pemilik tiket PT 20 persen.
"Bagi Syarikat Islam PT 0 Persen menjadi penting agar rakyat memiliki pilihan dalam memilih pemimpin yang memperjuangkan perubahan nasib rakyat sesuai konstitusi UUD 1945," tutur Ferry.
Sementara itu di kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat Syarikat Islam Hamdan Zoelva mengatakan, rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KUHP) yang saat ini sedang dalam pembahasan di DPR RI jangan sampai menjadi UU dimana suatu pemerintahan yang bisa menangkap siapa saja yang berbeda pandangan dengan pemerintah.
"Hal ini penting sekali diingatkan pada DPR RI karena rumusan RUU KUHP yang bias maka DPR perlu membuka pembahasan itu agar rakyat bisa melakukan evaluasi apakah pasal dalam RUU itu yang akan mengikat rakyat pada akhirnya tidak memgarah pada pemerintahan yang tak bisa di kritik," ucap mantan ketua Mahkamah Konstutusi ini.
Menurut Hamdan, ketika pemerintah tak bisa dikritik maka akan jadi persoalan besar. Tapi Hamdan menyatakan setuju seorang Presiden RI tak boleh dihina tapi Presiden boleh dikritik.
Baca juga: Presidential Threshold Ditolak MK, LMID Nilai Ada Konflik Kepentingan Penguasa
"Saya setuju seorang Presiden tidak bisa dihina tapi Presiden bisa dikritik mutlak harus diberi ruang dalam UU KUHP," kata Hamdan.