KPK Kembali Tetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Sebagai Tersangka: Kali Ini Dijerat TPPU
Kali ini, Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan 2017-2022 itu dijerat dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Srihandriatmo Malau
Laporan Wartawan TRIBUN-VIDEO.COM, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) sebagai tersangka.
Hal itu disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/7/2022).
Kali ini, Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan 2017-2022 itu dijerat dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL, tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/7/2022).
Richard disinyalir sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kepemilikan harta benda menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.
Ali mengatakan pengumpulan alat bukti saat ini terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi.
"Kami mengharapkan dukungan masyarakat dimana jika memiliki informasi maupun data terkait aset yang terkait perkara ini untuk dapat menyampaikan pada tim penyidik maupun melalui layanan call center 198," katanya.
Richard Louhenapessy sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri.
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.(*)