Tak Perlu Revisi UU Pemilu Pasca DPR RI Mengesahkan 3 UU Daerah Otonomi Baru Papua
Achmad Baidowi menyatakan tidak perlu adanya revisi Undang-Undang Pemilu pasca DPR RI mengesahkan 3 UU daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menyatakan, tidak perlu adanya revisi Undang-Undang Pemilu pasca DPR RI mengesahkan 3 UU daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Diketahui dengan disahkannya 3 UU tersebut maka kini telah terjadi pemekaran provinsi di Papua dengan bertambahnya Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah.
Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi mengatakan, pemerintah dan juga DPR tidak perlu merevisi UU Pemilu sebab saat ini tahapan pemilu 2024 sudah berjalan.
Nantinya mekanisme yang dilakukan untuk wilayah Papua dengan menerapkan seperti halnya yang dilakukan di Kalimantan sebelum disahkannya UU Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Sedang Pertimbangkan Payung Hukum Soal Pemilu di 3 DOB Papua
"Ya gak perlu (revisi UU Pemilu). Bisa saja seperti yang dilakukan terhadap Kaltara. Karena proses atau tahapan pemilu sudah berjalan, sementara ketentuan berjalan seperti Kaltara. Jadi contohnya gini, pada pemilu 2024 nanti tetap dapil seperti biasa untuk DPR RI," kata Awiek saat dimintai tanggapannya, Senin (4/7/2022).
"Namun untuk DPRD provinsi itu nanti akan menyesuaikan hasil pemilu 2024 akan menyesuaikan seperti konsep di Kaltim dan Kaltara," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, dengan terjadinya pemekaran wilayah ini maka akan berdampak pula pada kondisi dampil pilih (dapil) untuk Pemilu.
Awiek menjelaskan, pada 2014 lalu, Dapil di Kalimantan saat itu masih hanya berada di Kalimantan Timur, karena UU Provinsi Kaltara disahkan pada 2013 dan saat itu masih masa transisi.
Setelah UU Pemilu direvisi, baru di tahun 2019 Kaltara memiliki dapil sendiri terpisah dari Kaltim.
"Ketika Kaltara dimekarkan pada tahun berapa itu, di 2014 nya masih Kaltim dapilnya. Dapilnya masih di Kaltim. Terus kemudian ya tetep pemilu DPR RI tetap Kaltim, baru ada dapil sendiri (Kaltara) di 2019 setelah ada perubahan UU pemilu," beber Awiek.
Sedangkan untuk komposisi legislator nya sendiri kata dia, nantinya untuk dapil dari hasil pemekaran wilayah akan diambilalihkan dari dapil yang sudah ada.
Baca juga: Anggota DPR Yan Permenas Sebut Masyarakat Papua Dukung Daerah Otonomi Baru
Dia mencontohkan untuk dapil Kaltara, saat pemerintahan sudah berjalan kata Awiek, beberapa dapil yang fokus pada Kaltara akan dialihkan untuk menjadi dapil Kaltara meski saat itu dapil yang ada hanya Kaltim.
Untuk kekurangan anggota di dapil Kaltim yang diambilalihkan untuk Kaltara itu kata dia, diambilalihkan kembali dari daerah lain dengan angka proporsional.
Hal itu kata diterapkan untuk 3 provinsi Papua juga nantinya.
"Namun ketika pemerintahnya berjalan di 2014 itu DPRD nya diambilkan dari DPRD provinsi Kaltim. Untuk DPRD prov Kaltim yang Kaltara itu difokuskan ke Kaltara. Kekurangan DPRD nya itu diambilkan dari daerah yang lain untuk Kalimantan Timur dihitung secara proporsional," ucap Awiek.
"Dan berakibat pada perubahan komposisi DPRD di Kaltim. Model ini kan bisa diadopsi oleh Papua," tukasnya.
Dihubungi terpisah, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, terkait disahkannya tiga Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua, pihaknya lebih cenderung memilih Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dibanding merevisi UU Pemilu.
Hal itu sebagai langkah terkait usulan KPU soal status Pemilu 2024 di 3 provinsi baru di Papua termasuk juga di Ibu Kota Negara (IKN) baru nantinya.
Sebab menurut Guspardi, kecenderungan fraksi-fraksi di Komisi II jika keputusan untuk merevisi UU no 7 tahun 2017 itu ditetapkan, maka dapat dipastikan akan memakan waktu panjang dan bisa saja merambah kepada kluster-kluster lain.
"Padahal kita hanya akan mengisi kekosongan aturan soal Pemilu dikarenakan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di 3 provinsi di Papua dan IKN," kata Guspardi dalam keterangannya kepada awak media, Minggu (3/7/2022).
Baca juga: Bahas Daerah Otonomi Baru, Presiden Terima Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat di Istana Bogor
Politikus Partai Amanat Nasional ini merujuk pengalaman ketika diundurnya pelaksanaan pilkada 2020 dari semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020, hal itu juga dilakukan lewat Perppu.
Bahkan sejauh ini, diskusi dan pembicaraan di Komisi II disepakati bahwa Perppu akan diambil untuk mengisi kekosongan instrumen hukum soal Pemilu di lokasi-lokasi tersebut, dibanding melakukan revisi UU Pemilu.
Terlebih kata dia, dalam penentuan peraturan tersebut berada di wewenang DPR RI dan pemerintah.
"Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh saja mengusulkan. KPU itu menyelenggarakan pelaksanaan apa yang kita tetapkan oleh DPR dan Pemerintah," tegas Guspardi.
Terkait mengenai soal penambahan anggaran Pemilu karena telah disahkannya penambahan 3 DOB baru dan IKN itu kata dia merupakan sebuah keniscayaan.
Dengan begitu, maka nantinya akan ada pembahasan bersama KPU khusus menyangkut dampak disahkannya UU tersebut.
"Jadi tergantung kesepakatan pemerintah dan DPR kapan waktu yang tepat untuk kita bahas. Sekarang ini kan baru tahapan pemilu, belum masuk kepada penetapan dapil dan lain sebagainya," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengaku bingung terkait kebijakan yang akan diambil KPU berkaitan dengan nasib Ibu Kota Negara (IKN) dan 3 DOB di Papua jelang pemilu 2024.
Konsekuensi daerah yang bakal diterima adalah aspek elektoral saat pemilu berlangsung.
Hasyim mengatakan, revisi UU Pemilu tak hanya dilakukan karena hadirnya provinsi baru, tetapi juga karena keberadaan IKN.
Revisi UU Pemilu perlu mengakomodasi pelaksanaan Pemilu di IKN yang belum diatur dalam UU Pemilu saat ini.
Hasyim mengatakan, pembentukan kota atau kabupaten tidak ada masalah dengan elektoral. Namun paling berpengaruh adalah keterwakilan kursi di DPR RI dan pembentukan DPRD baru.
Baca juga: Revisi Regulasi Pemilu Perlu Dilakukan Imbas Pembentukan 3 DOB di Papua
Di sisi lain IKN juga mengakibatkan berubahnya teknis pemilu di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara. Wilayah ini merupakan kawasan yang menjadi lokasi IKN.
"Yang jelas di undang-undang (nomor 3 tahun 2022 tentang IKN) dijelaskan, yang akan ada Pemilu di sana pemilu presiden, pemilu DPR, dan pemilu DPD," ujar dia
Diketahui, DPR RI mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait provinsi baru Papua atau DOB (Daerah Otonomi Baru) Papua.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, dukungan legislasi dari DPR dalam hal pemekaran wilayah ini untuk menjamin hak rakyat Papua dan pemerataan pembangunan di Bumi Cenderawasih tersebut.
Pengesahan 3 UU Provinsi baru Papua dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022).
UU yang disahkan adalah UU Provinsi Papua Selatan, UU Provinsi Papua Tengah, dan UU Provinsi Pegunungan.
"UU ini menjamin hak sosial dan ekonomi masyarakat Papua terkait pemekaran wilayah yang bertujuan untuk pemerataan dan keadilan pembangunan di Indonesia," kata Puan dalam konferensi pers usai Rapat Paripurna.
Untuk diketahui, Provinsi Papua Selatan akan meliputi 4 kabupaten yaitu Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat.
Sementara itu Provinsi Papua Tengah meliputi 8 kabupaten yakni Nabire, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya dan Deiyai.
Kemudian Provinsi Papua Pegunungan akan memiliki 9 kabupaten. Sembilan kabupaten tersebut adalah Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, Lani Jaya, dan Nduga.
"Kita berharap agar UU ini dapat bermanfaat bagi rakyat Papua karena cita-cita dari kita semua adalah agar saudara-saudara kita yang berada di sisi timur Nusantara ikut merasakan pemerataan ekonomi sosial dengan pembangunan infrastruktur yang ada di Papua," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.