Wakil Menteri Kesehatan: Aturan Penelitian Ganja untuk Medis Tak Perlu Revisi UU Narkotika
Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono mengatakan tidak diperlukan revisi UU Narkotika terkait penelitian ganja untuk kebutuhan medis.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono mengatakan, dalam menerbitkan aturan penelitian ganja untuk keperluan medis, tidak diperlukan revisi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Dante menyebut, dalam undang-undang tersebut tertera bahwa ganja tersebut adalah ganja yang digunakan untuk kepentingam hiburan atau pleasure.
"Itu kan (dalam UU narkotika) bukan ganja medis tapi ganja yang dikonsumsi untuk pleasure. Jadi enggak diubah," kata Dante saat ditemui di Pullman, Jakarta, Senin (4/7/2022).
Pihaknya menegaskan, dalam aturan yang segera terbit ini nantinya hanya akan mengatur penelitian ganja medis.
"Sedang dievaluasi (aturan penelitian ganja medis). Segera terbit dalam waktu dekat," katanya.
Baca juga: IDI: Proses Riset Ganja untuk Medis Tidak Mudah
Diketahui, di Indonesia ganja dilarang karena masuk dalam jenis narkotika.
Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memasukkan ganja ke dalam narkotika golongan I.
Narkotika golongan I adalah narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan kesehatan namun hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Baca juga: Menkes, IDI hingga MUI Buka Suara soal Pemanfaatan Ganja untuk Medis, Budi Gunadi: Sedang Kita Kaji
Sehingga, keberadaan di Indonesia ilegal.
Tidak Mudah
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan riset atau penelitian terkait ganja untuk medis tidak mudah.
Perlu proses panjang untuk memastikan suatu pengobatan aman dan memberikan manfaat yang besar.
Ia mengatakan pada prinsipnya ganja medis berasal dari tanaman ganja.
Meski demikian bukan berarti tanaman ganja memiliki fungsi yang sama dengan ganja untuk medis.
"Prinsipnya sama. Apakah ini bisa digunakan menjadi suatu pengobatan, harus kita teliti. Jika ini (mengandung) bahan berbahaya, terus kemudian ini akan diberikan sebagai bagian dari pengobatan, ini yang harus benar-benar melewati suatu proses yang tidak mudah," kata Dokter Adib di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Minggu (3/7/2022).
Baca juga: Bukan untuk Dikonsumsi, Menteri Kesehatan Mulai Penelitian Tanaman Ganja untuk Pengobatan
Ia menyebut dalam penelitian nantinya akan ada clinical trial, referensi ilmiah, serta evidence base pendukung.
Nantinya, jika sudah melewati serangkaian penelitian maka akan diketahui jumlah dosis ganja yang aman untuk keperluan medis.
"Prinsipnya sama tapi kemudian apa nanti dosisnya berapa, masalah siapa yang punya kewenangan memberikan, efek samping, apa benar untuk penyakit A, B, C, D, jadi perlu riset lebih banyak," jelasnya.
Terlebih lagi menurut Adib untuk menentukan ganja medis bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit, membutuhkan riset yang lebih banyak lagi.
"Apakah ganja medis bersifat kausatif (obat bertujuan menghilangkan penyakit, bukan gejalanya) atau adds-on, penambah dari obat-obatan lain. Inilah yang sedang kami kaji," imbuhnya.
Karena itu, ia pun tak bisa merinci berapa lama waktu yang diperlukan dalam penelitian tersebut.
Pasalnya, penelitian harus dilakukan berbagai instansi dan lembaga.