Semua Bisa Terjerat, Draf RKUHP: Hina DPR, Polisi, Kejaksaan, dan Pemda Dipenjara 18 Bulan
draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP): Hina DPR, Polisi, Kejaksaan, dan Pemda Dipenjara 18 Bulan
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) diatur soal penghinaan terhadap kesatuan umum dan lembaga negara.
Aturan itu termaktub dalam Pasal 351.
Kekuasaan umum atau lembaga negara yang dimaksud dalam pasal ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Republik Indonesia, dan Pemerintah Daerah (pemda).
"Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 351 ayat (1) draf RKUHP.
Apabila penghinaan mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, maka hukuman bertambah jadi paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. Hal ini diatur dalam Pasal 351 ayat (2).
Kemudian, Pasal 351 ayat (3) menyatakan tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara hanya bisa dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Tapi siapa yang punya hak adu mewakili lembaga kekuasaan umum itu? Apakah Ketua DPR? Kapolri? Kejati? Gubernur? Wali Kota? Tidak dijelaskan dalam RKUHP tersebut.
Selanjutnya, Pasal 352 ayat (1) menyatakan setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 tahun penjara.
Baca juga: Draf RKUHP: Hina Presiden dan Wakil Presiden Hingga Usik Tetangga Dipidana
Penista Agama Dipenjara 5 Tahun
Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih memasukkan pasal pidana bagi penista agama.
Dalam Pasal 302 draf RKUHP tanggal 4 Juli 2022, mereka yang menodai atau menista agama bisa dihukum penjara selama 5 tahun.
Berikut bunyi Pasal 302:
Setiap Orang Di Muka Umum yang:
a. melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan;
b. menyatakan kebencian atau permusuhan; atau
c. menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama,
kepercayaan, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Sementara dalam Pasal 303 ayat (1), diatur pula terkait hukuman penistaan agama lewat sarana teknologi informasi.
"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," bunyi pasal tersebut.
Ada pula ancaman hukuman bagi orang yang mengajak orang lain tidak beragama. Pelaku tindakan itu diancam hukuman 2 tahun.
Baca juga: Draf RKUHP Terbaru: Serang Fisik Presiden dan Wapres Dipenjara 5 Tahun, Menghina 3 Tahun 6 Bulan
Jika disertai kekerasan, pelaku akan mendapatkan hukuman yang lebih berat.
"Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang menjadi tidak beragama atau berkepercayaan atau berpindah agama atau kepercayaan yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 304 ayat (2).
Penodaan agama telah diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini. Aturan itu tertuang dalam pasal 156a KUHP. (tribun network/fransiskus adiyuda)