Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soroti Kasus Kekerasan Seksual, Anggota DPR Desak Pemerintah Segera Susun Aturan Turunan UU TPKS

Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah meminta pemerintah segera menyusun aturan turunan UU TPKS.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Soroti Kasus Kekerasan Seksual, Anggota DPR Desak Pemerintah Segera Susun Aturan Turunan UU TPKS
dpr.go.id
Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah meminta pemerintah segera menyusun aturan turunan UU TPKS. 

“Korban Kekerasan seksual pasca disahkannya UU TPKS tidak serta ditangani menggunakan hukum acara sesuai UU TPKS, karena tidak adanya pedoman teknis . Ini seharusnya menjadi atensi serius bagi pemerintah, jangan terkesan masih memiliki waktu 2 tahun lalu tidak ada alasan untuk menyegerakan PP dan Perpres,” katanya.

Luluk mencontohkan, kasus kekerasan seksual di Ponpes Riyadhul Jannah, Depok, di mana belasan santriwati menjadi korban pencabulan sejumlah ustaz pengasuh ponpes tersebut.

Ia menilai, sosialisasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan, termasuk pesantren, masih belum optimal.

Tak hanya itu, Luluk juga menyinggung sejumlah kasus kekerasan seksual di Sragen, Jawa Tengah.

Salah satunya, kasus pemerkosaan terhadap anak usia 9 tahun yang dilakukan oleh tetangganya pada tahun 2020.

“Pelaku sampai sekarang belum ditetapkan, korban masih terkatung-katung selama 2 tahun. Penyidikan masih pakai prosedur lama. Bukti dan saksi dianggap tidak cukup, sementara kesaksian korban dianggap tidak cukup mentersangkakan pelaku,” kata Luluk.

“Meski sekarang ada UU TPKS, polisi masih tidak mau menggunakan keterangan korban dan visum sebagai alat bukti yang cukup,” lanjutnya.

BERITA REKOMENDASI

Luluk bilang, Indonesia akan terus mengalami darurat kekerasan seksual apabila tidak ada keseriusan pihak-pihak terkait.

Selain sosialisasi yang masif, Pemerintah juga diminta untuk mempercepat pelatihan bagi APH (aparat penegak hukum).

“Minimal SOP yang dapat digunakan dalam penanganan kasus kekerasan seksual pasca UU TPKS disahkan. Ini yang terjadi justru adanya kebingungan di lapangan. Akhirnya cara-cara dan prosedur lama yang tetap dilakukan, begitupun rujukannya, masih menggunakan UU lama,” kata Luluk.

“Ini patut disayangkan. Karana berpotensi merugikan korban. Belum lagi kebuntuan prosedur penanganan TPKS karena koordinasi yang belum terpadu antar-institusi. Pada akhirnya korban akan tetap menderita karena tidak segera mendapat pendampingan dan pemulihan,” lanjut dia.

Luluk kembali menegaskan agar Pemerintah melakukan langkah cepat membuat aturan teknis terkait UU TPKS dengan mengintensifkan koodinasi antar Kementerian/Lembaga terkait.


Sebab berdasarkan informasi, katanya, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Kementerian Agama (Kemenag) belum diajak berkoordinasi mengenai UU TPKS.

“Padahal kekerasan seksual di tempat kerja kan banyak. Itu juga perlu prosedur pencegahan di tempat kerja. Kasus banyak juga di lembaga keagamaan dan bukan cuma pesantren. Seperti kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu yang sampai sekarang masih bergulir,” kata Luluk.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas