Soal Isu Gaji Petinggi ACT Capai Rp250 Juta, Pemerintah Diminta Buat Lembaga Pengawas Dana Sosial
Direktur Ekonomi Syariah CORE Indonesia, Ebi Junaedi, menyebut gaji petinggi ACT yang kabarnya mencapai Rp 250 juta per bulan, itu berlebihan.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Ekonomi Syariah CORE Indonesia, Ebi Junaedi, turut menanggapi kasus yayasan donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait isu gaji petinggi yang mencapai Rp250 juta perbulan.
Menurut Ebi, nominal gaji itu berlebihan.
ACT, kata Ebi, memang menghimpun dan mengelola bantuan dengan jumlah yang sangat besar.
Namun, jumlah gaji petinggi ini memang juga harus dihitung secara mendetail dan mencangkup keseluruhan.
Ini dilakukan karena ACT tidak hanya bergerak di bidang donasi saja, melainkan juga pengumpulan zakat dan waqaf.
"Pada dasarnya sedih karena jumlahnya angkanya memang fantastis, tapi pada saat yang sama kalau kita juga harus melihat secara keseluruhan apa yang dilakukan ACT dari 2005 sampai dengan sekarang ini penyaluran yang dilakukan besar."
"Cost dari seluruh staf biaya administrasi dan lainnya 13,7 itu (memang) melanggar undang-undang PP Nomor 29 Tahun 1980 yang menyatakan bahwasanya itu maksimalnya 10 persen, seharusnya mereka satu garis dengan peraturan tersebut."
"Tapi (kalau diperbandingkan dengan negara Amerika) 13,7 ini ini cukup efisien sebenarnya jadi kalau kita bandingkan dengan apa yang ada di Amerika umpamanya, para (pengelola) itu sangat wajar untuk menerima 19 persen," jelas Ebi, dikutip dari Kompas Tv, Senin (11/7/2022).
Menurut Ebi, harus ada perhitungan secara keseluruhan apakah gaji sebesar 13,7 persen itu melewati batas peraturan atau tidak.
Karena, kata Ebi, jika mengacu Peraturan UU Nomor 23 Tahun 2011, besar perhitungan cost nya adalah untuk zakat yakni 12,5 persen, sedangkan untuk infaq, sedekah dan lain-lain itu diuji 20 persen.
Baca juga: Jeda Pemeriksaan, Eks Presiden ACT Ahyudin Bungkam soal Dugaan Penyelewengan Dana Korban Lion Air
"Jadi kita harus melihat juga portofolio ACT juga, berapa persen yang zakat, berapa persen yang wakaf dan berapa persen yang donasi untuk umum dan keseluruhan itulah yang kemudian kita lihat apakah (gaji petinggi) 13,7 persen itu melewati portofolionya mereka," jelas Ebi.
Menurut Ebi, gaji petinggi ACT sebesar Rp 250 juta per bulan itu terlalu besar.
Lebih lanjut, Ebi berharap ke depannya Indonesia memiliki badan atau lembaga pengawas akan hal ini.
"Kalau melihat ke depan saya berharap sekali akan keluar komisi-komisi pengumpulan dana dan barang yang bersifat independen ada, pemerintah juga. Mereka kemudian mereview terhadap performance dari masing-masing anggota mereka dan membuka pintu selebar-lebarnya laporan dari masyarakat dan menindaklanjuti laporan tersebut."
"Kemensos saja tidak cukup, jadi swadaya masyarakat juga dibutuhkan," jelas Ebi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)