Pengamat: Idealnya Poros Politik Terbentuk Jauh Sebelum Pemilu, Seperti KIB
Adi Prayitno menilai, bahwa idealnya poros politik sebaiknya terbentuk jauh hari sebelum Pemilu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, bahwa idealnya poros politik sebaiknya terbentuk jauh hari sebelum Pemilu.
Tentu, dengan harapan agar publik bisa paham terkait visi misi dan mengenal jagoan yang akan diusung oleh parpol koalisi tersebut.
"Sehingga ada penilaian apakah visi calon yang diusung layak di 'jual' atau tidak," kata Adi Prayitno saat dihubungi, Selasa (19/6/2022).
Adi pun turut menyoroti soal Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang belum nyaring bunyinya soal permasalahan yang dihadapi rakyat saat ini.
Misalnya soal kisruh minyak goreng, harga pangan yang meroket, dan stabilitas ekonomi yang tak menentu.
Baca juga: Koalisi Partai Lebih Awal Dinilai Jadi Kesempatan Rebut Suara Swing Voters
Maka dari itu, ia menilai bahwa poros politik yang terbentuk jauh hari seperti KIB harus punya nilai pembeda. Terutama soal sikap politik yang pro rakyat.
"Berdiri lantang paling depan suarakan jeritan hati rakyat. Jika tak demikian apa bedanya KIB dengan poros lain yang tergentuk di ujung permainan," ucap Adi.
Maka dari itu, Adi mengatakan bahwa sebenarnya agak nekat poros politik macam KIB terbentuk. Alalagi, Pemilu 2024 masih jauh.
Ia khawatir, bahwa poros koalisi yang dibentuk Golkar, PAN dan PPP itu diganggu dan digoda untuk masuk ke gerbong koalisi lain di ujung penentuan.
Maka, Adi menilai KIB harus solid dalam menyongsong 2024. Sehingga, kerja-kerja yang telah dilakukak sia-sia.
"Rentan dipreteli dan dikuliti satu persatu apa yang sudah mereka lakukan untuk memperjuangkan nasib rakyat," terangnya.
Sementara, terkait masa kampanye Pemilu 2024 yang hanya digelar 75 hari, Adi menilai hal itu sangat kurang.
Pasalnya, dengan rentan waktu yang pendek, pemilih tak akan mendapat informasi soal kandidat yang akam dipilih.
Bahkan, ia menyebut kesentarakan antara pencoblosan Pilpres dan Pileg membuat jlimet pada level tehnis pemilih.
"Mestinya waktu kampanye ditambah. Waktu kampanye mepet sangat rentan dengan politik uang. Rakyat yang kurang info soal calon sangat musah masuk angin dengan serangan logistik," pungkasnya.