Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Tak Bisa Tangani Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, Eks Pegawai: Itu Alasan Ngeles

Eks pegawai KPK menilai bahwa kasus dugaan gratifikasi Lili Pintauli Siregar sudah sepatutnya bisa ditangani KPK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPK Tak Bisa Tangani Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, Eks Pegawai: Itu Alasan Ngeles
TRIBUNNEWS.com/IRWAN RISMAWAN
Lili Pintauli Siregar telah mundur dari pimpinan KPK. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hotman Tambunan, menilai alasan Alexander Marwata yang tak bisa menangani dugaan gratifikasi mantan rekan sekoleganya Lili Pintauli Siregar mengada-ada.

Harusnya, menurut Hotman, pimpinan tidak boleh terlihat melindungi pimpinan lainnya.

"Ya itu alasan ngeles saja. Toh yang proses itu kan penyelidik, penyidik dan penuntut. Justru itulah nilai KPK sehingga sangat menjaga jangan sampai korup sebab temannya sendiri enggak segan-segan untuk menangkapnya," kata Hotman kepada Tribunnews.com, Sabtu (23/7/2022).

Baca juga: Pimpinan KPK Jelaskan Alasan Tak Bisa Tangani Kasus Gratifikasi Lili Pintauli

Ia mengingat bahwa semua insan KPK yang terlibat tindak pidana korupsi itu ditindak.

Seperti dua bekas penyidik KPK asal Polri, Suparman dan Stepanus Robin Pattuju, yang sudah diproses hukum.

"Semua pegawai yang melanggar pidana korupsi, diproses kan ya, seperti Robin dan Suparman, dan ditangani penyidik KPK sendiri," terang Hotman mantan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK ini.

Berita Rekomendasi

Eks pegawai KPK lainnya, Aulia Postiera, berpendapat bahwa kasus dugaan gratifikasi Lili sudah sepatutnya bisa ditangani KPK.

Pasalnya, kasus itu berawal dari pengusutan yang dilakukan Dewan Pengawas KPK.

"Apalagi awal kasusnya kan dari Dewas KPK. Sudah seharusnya KPK yang menangani. Dewas dan KPK itu satu rumah. Harusnya koordinasinya lebih mudah," kata mantan penyelidik KPK ini kepada Tribunnews.com.

Dewas KPK sendiri mengaku telah menyodorkan berkas laporan dugaan gratifikasi mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke para pimpinan.

Namun, Dewas menggarisbawahi tindakan selanjutnya menjadi kewenangan pimpinan, apakah mau menindaklanjuti laporan yang diberikan atau tidak.

Menurut Aulia, hal tersebut menguatkan bahwa pimpinan tidak bisa berdalih untuk tak menindaklanjuti laporan dugaan gratifikasi Lili.

"Harusnya enggak ada alasan lagi pimpinan KPK. Apa lagi pakai alasan konflik kepentingan," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan lembaganya tak bisa menangani kasus dugaan gratifikasi Lili Pintauli Siregar.

Menurut Alex, sapaan Alexander, KPK tak akan bisa independen menangani kasus itu.

“Bukannya tidak bisa inisiatif dari pimpinan,” ucap Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/7/2022).

Alex menjelaskan sesama pimpinan tentu saling mengenal satu dengan lainnya.

Di KPK, dia mengatakan ada kode etik yang mengatur soal kedekatan itu.

Alex menuturkan bila pimpinan mengenal dekat dengan orang yang akan dijadikan tersangka, maka pimpinan itu harus mengumumkannya.

“Kalau pimpinan kenal dengan tersangka dia harus men-declare, karena dianggap keputusannya tidak akan bisa independen,” tuturnya.

Alex mencontohkan saat KPK menangani kasus yang ternyata melibatkan bekas teman sekolahnya, maka dirinya tak bisa ikut mengambil keputusan di dalam kasus tersebut.

“Kalau saya merasa tidak bisa bersikap independen kepada seseorang yang saya kenal dengan baik, itu saya umumkan,” kata dia.

Alex mengatakan kalaupun kasus itu mau ditangani, maka harus oleh aparat hukum selain KPK.

Menurut dia, keputusan Lili untuk mundur merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kesalahannya.

Lili Pintauli mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK setelah terseret kasus dugaan gratifikasi penerimaan tiket MotoGP dan akomodasi di Mandalika, Lombok.

Lili mundur ketika Dewas KPK memutuskan kasus ini naik ke tahap sidang etik.

Dewas kemudian memutuskan menggugurkan sidang tersebut.

Dewas menyatakan tak bisa lagi menyidangkan Lili yang sudah tidak berstatus insan KPK.

Sejumlah pihak menilai persoalan Lili bukan hanya masalah pelanggaran etik.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada unsur pidana dalam penerimaan itu, yakni dugaan penerimaan gratifikasi.

ICW menilai KPK dan penegak hukum lain bisa menyeret Lili ke jalur hukum.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas