Komnas HAM Tanya Soal Luka Diduga Akibat Penyiksaan di Tubuh Brigadir J Kepada Tim Dokkes Polri
Komnas HAM menanyakan sejumlah luka di tubuh Brigadir J yang diduga akibat penganiayaan kepada Tim Dokkes Polri, Senin (25/7/2022).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM mengaku menanyakan sejumlah hal terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kepada Tim Dokkes Polri, Senin (25/7/2022).
Komnas HAM diketahui bertemu Tim Dokkes Polri dalam rangka mengusut kematian Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM juga sempat bertanya soal luka pada jenazah Brigadir J yang diduga akibat penyiksaan misalnya bekas jeratan.
Pertanyaan yang diajukan Komnas HAM kepada Tim Dokkes Polri, didasarkan pada proses pendalaman fakta kepada pihak keluarga dan diskusi dengan tim ahli.
"Termasuk juga misalnya kalau di publik ada penilaian soal dijerat ataukah tidak. Jadi kami mengeceknya dari posisi jenazah ketika datang, belum dimandikan, sampai selesai autopsi itu semua kami cek, tidak ada yang terlewat," kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI M Choirul Anam di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (25/7/2022).
Baca juga: IPW: Ferdy Sambo, Istri, dan Bharada E Harus Dihadirkan dalam Rekontruksi Kasus Kematian Brigadir J
Selain itu, kata Anam, pihaknya juga menanyakan terkait luka di wajah jenazah Brigadir J.
Ia mengatakan Komnas HAM memeriksa terkait hal tersebut dengan sangat detil di samping meminta pembuktian, logika, dan cara bekerja Tim Dokkes Kepolisian.
"Misalnya kayak luka di hidung, mata, dan sebagainya ditunjukkan (Tim Dokkes Kepolisian)," kata dia.
Anam mengatakan berdasarkan keterangan dari Tim Dokkes Kepolisian, pihaknya telah mendapatkan sejumlah keterangan di antaranya terkait karakter dan jenis luka.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Catatan Signifikan Soal Luka Pada Brigadir J Terkonfirmasi Pihak Kepolisian
Selain itu, kata dia, Komnas HAM juga menanyakan terkait sudut dan posisi luka termasuk sudut tembak seperti apa.
"Kami juga ngecek bagaimana kondisi jenazah, sebelum diautopsi dan setelah diautopsi," kata dia.
Namun demikian, kata dia, sampai saat ini pihaknya belum bisa mengungkapkan kesimpulan terkait luka pada Brigadir J kepada publik.
Hal tersebut di antaranya karena masih ada tahapan-tahapan permintaan keterangan dan pendalaman kepada pihak-pihak terkait.
Diberitakan sebelumnya Kuasa Hukum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyebutkan bahwa pelaku yang diduga menyiksa kliennya punya kepribadian psikopat.
Hal itu, kata dia, terlihat dari kondisi jenazah yang mengenaskan.
"Saya sangat yakin betul bahwa ini adalah ulah psikopat. Atau penyiksaan, oleh karena itu kita menolak cara-cara seperti ini di negara Pancasila," kata Anggota Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (21/7/2022) dini hari.
Baca juga: Komnas HAM Apresiasi Keterbukaan Polri Usai Mintai Keterangan Dokter Polisi yang Autopsi Brigadir J
Kamaruddin kemudian menjelaskan kondisi jenazah Brigadir J yang diduga mengalami penyiksaan sebelum tewas ditembak.
Satu di antaranya terkait luka di leher yang diduga bekas jeratan dari belakang.
"Di leher ada jeratan semacam tali, itu diduga dari belakang kemudian ada sayatan, di hidung ada sayatan sampai dijahit, di bawah mata ada beberapa sayatan," jelas dia.
Tak hanya itu, kata dia, ada sejumlah bagian tubuh lainnya yang juga diduga bekas penganiayaan terhadap Brigadir J.
Kondisi inilah yang diduga kasus ini tak murni kasus tembak menembak saja.
"Di bahu ada perusakan hancur ini, kemudian di bawah perut, kemudian di jantung, kemudian di tangan ada semacam bolong, menurut teman-teman itu dipergerakkan bukan akibat senjata tapi entah apalah penyebabnya tapi ada bolongan," ungkapnya.
"Kemudian sampai jarinya patah semua ini sehingga tidak lagi kenapa tidak copot hanya karena kulitnya aja dia sudah remuk hancur. kemudian kukunya dicabut. Nah kita perkirakan dia masih hidup waktu dicabut jadi ada penyiksaan. Nah oleh karena itu ini ada di bagian kaki ada luka sayatan," sambungnya.
Karena itu, Kamarudin menyatakan pihaknya telah tegas menolak hasil autopsi pertama yang menyatakan bahwa Brigadir J meninggal dunia karena tembak menembak.
"Kenapa itu orang-orang Dokkes diam aja? yang mengautopsi itu, harusnya kan angkat tangan protes kan, 'berdasarkan autopsi saya bukan begitu' harusnya kan begitu, tapi mungkin tidak lazim di Polri seperti itu, tetapi mereka nikmati saja itu informasi bergulir bahwa kematian almarhum adalah akibat tembak menembak. Padahal mereka sendiri yang mengautopsi tidak seperti itu," jelas dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kasus ini telah mencoreng citra institusi Kepolisian RI.
Dia meyakini masih banyak personel polisi yang bertugas dengan baik.
"Indonesia ini sangat banyak polisi yang masih baik sangat banyak kita harus lindungi. Jangan sampai gara-gara satu dua orang institusi kepolisian yang baik menjadi rusak, maka satu dua orang itu harus disingkirkan, kita harus mempertahankan negara ini melalui pertahankan kepolisian," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.