Nusron Wahid Tidak Setuju DMO dan DPO Sawit Dihapus
DPR RI Nusron Wahid mengaku tidak setuju dengan usulan sejumlah pengusaha terkait penghapusan DMO dan DPO.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid mengaku tidak setuju dengan usulan sejumlah pengusaha terkait penghapusan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Nusron menilai, kebijakan DMO dan DPO yang sudah ditetapkan pemerintah saat ini sudah terbukti bisa menekan harga minyak goreng.
“Kalau DMO dan DPO dihapus kemudian harga melambung tinggi kayak kemarin; apakah pengusaha kemudian tanggung jawab?” kata Nusron, Senin (25/7/2022).
“Jangan-jangan malah memanfaatkan momentum untuk mengambil keuntungan sesaat yang ujung-ujungnya korbannya konsumen yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia,” sambungnya.
Baca juga: Demi Percepat Ekspor, Mendag Pertimbangkan Hapus DMO Minyak Kelapa Sawit
Instrumen DMO-DPO yang digagas pemerintah dan dirancang tim Menko Marves Luhut
Panjaitan, kata Nusron, sebenarnya sudah bagus dan ideal.
Sistem ini mampu menjamin ketersediaan minyak goreng murah untuk rakyat melalui "Minyak Kita", sekaligus memastikan bahwa ekspor bagi pengusaha juga masih bisa berjalan.
Menurut Nusron, saat ini yang perlu diperbaiki dan dipercepat adalah bagaimana menciptakan infrastruktur distribusi yang efektif, efisien dan tepat sasaran.
“Ini yang harus ada percepatan dan akselarasi. Pemerintah harus gerak cepat memberikan bintek buat pedagang minyak goreng agar bisa mengakses kanal aplikasi Si Mirah,” sambungnya.
Oleh karena itu, Nusron pun menyesalkan adanya kalangan pengusaha yang justru meminta kebijakan DMO-DPO dihapuskan.
“Kalau ada pengusaha yang mengatakan DMO-DPO ribet berarti pengusaha yang egois, memikirkan diri sendiri, hanya mengejar keuntungan sesaat. Tidak berpikir jangka panjang tentang nasib mayoritas rakyat Indonesia sebagai konsumen,” kata Nusron.
Padahal, Nusron menilai aturan main yang sekarang ditetapkan pemerintah sudah cukup jelas dan transparan.
“Kalau punya komitmen kasih barang ke dalam negeri 1 kilo dapat fasilitas eksport 5-6 kilo. Yang enggak mau, ya itu berarti yang malas dan nakal,” kata dia.
Permintaan penghapusan DMO-DPO sebelumnya disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.
Ia mengatakan, penghapusan tarif pungutan ekspor (PE) tidak begitu berpengaruh dalam memperlancar ekspor dari crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.
Tetapi yang sangat berpengaruh menurutnya adalah dicabutnya kebijakan DMO.
"Ekspor bisa bergelinding apabila DMO yang ribet ini dihapuskan. Dulu DMO Januari dilepas, masuk subsidi, lalu balik lagi DMO, ini apa? Berarti pemerintah tidak secure dengan program apa yang dilakukan, Jadi kalau menurut saya, saya sepakat dengan Maruli itu DMO hapus dan ini sudah direncanakan Mendag," katanya, Senin (25/7/2022).
Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Maruli Gultom juga menambahkan, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengurusi minyak goreng bikin pusing, terutama DMO-DPO.
"Ini urus minyak goreng naik peraturan maju mundur berubah sana sini, hati ini berubah lagi. Gimana ya bilangnya ya, mekanisme pasar disrupsi pengusaha akan berbagai hal akan terjadi, urus migor ini bayak solusinya, tetapi dengan perubahan-perubahan aturan bikin pusing," jelasnya.