Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belum Ditemukan tapi Risiko Monkeypox Masuk di Indonesia Tetap Ada

Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, potensi penularan Monkeypox tidak seperti Covid-19.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Belum Ditemukan tapi Risiko Monkeypox Masuk di Indonesia Tetap Ada
freepik
Monkeypox atau cacar monyet. Sejauh ini penularan Monkeypox diketahui melalui cairan lesi yang muncul di dalam tubuh. Kemudian terjadi kontak langsung antara mereka yang terinfeksi dengan orang lain. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejauh ini penularan Monkeypox diketahui melalui cairan lesi yang muncul di dalam tubuh.

Kemudian terjadi kontak langsung antara mereka yang terinfeksi dengan orang lain.

Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, potensi penularan tidak seperti Covid-19.

Tapi ketika cairan lesi dari luka si pasien menempel pada seprai atau baju, ada mekanisme yang tidak boleh diabaikan.

"Harus disterilisasi.Ini lah yang seringkali terjadi di negara Afrika. Terjadi penularan dari seprai dan pakaian yang tercemar bersumber pada cairan tubuh pasien. Selain kontak fisik sendiri," ungkap Dicky pada Tribunnews, Selasa (26/7/2022).

Baca juga: Monkeypox Jadi Darurat Kesehatan Global, Pakar Epidemiologi Beberkan Cara Pencegahan Mandiri

Ia pun selalu mengingatkan setiap wabah yang ketika terjadi di satu belahan dunia, maka kurang dari 4 hari atau seminggu bisa menyebar keujung dunia lain.

Berita Rekomendasi

Hal ini dikarenakan era globalisasi atau arus mobilitas interaksi manusia yang luar biasa cepat. Sehingga membuat potensi penyebaran Mongkeypox menjadi sangat besar.

Ditambah adanya fakta bahwa Monkeypox memiliki masa inkubasi yang panjang. Yaitu bisa dalam waktu tiga minggu. Artinya, potensi masuk ke negara lain termasuk Indonesia makin besar.

Karena masa inkubasi yang panjang itu membuat orang yang masuk bepergian ke sana-sini tidak terdeteksi. Disebabkan belum muncul gejala atau terlihat lesi di tubuhnya.

"Relatif banyak dan cepat penyebarannya. Jadi, bahwa dia ada di Indonesia, sekali lagi saya sampaikan potensinya jelas ada. Apa lagi sudah dari awal Januari bahkan. Di Amerika sendiri sebetulnya sudah lebih awal dideteksi," kata Dicky lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas