Disebut Sulit Raih Target 100 Kursi Legislatif pada Pemilu 2024, Ini Saran Pengamat untuk PKB
Herry Mendrofa melilai langkah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menentukan target 100 kursi pada Pemilu Legislatif 2024 adalah sesuatu yang wajar.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sosial politik Herry Mendrofa melilai langkah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menentukan target 100 kursi pada Pemilu Legislatif 2024 adalah sesuatu yang wajar.
Ia menambahkan, PKB harus realistis dan berusaha lebih keras untuk mencapai target tersebut.
Seperti diketahui, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin memasang target 100 kursi untuk Legislatif pada Pemilu 2024 mendatang.
“Menurut saya soal target silahkan saja bertarget tetapi ketika nanti hasilnya tidak memenuhi target saya kira PKB harus legowo,” kata Herry Mendrofa saat dihubungi, Selasa (26/7/2022).
Lebih lanjut Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) ini menjelaskan sulitnya PKB meraih 100 kursi Legislatif pada Pileg 2024 mendatang.
Pertama ialah ceruk elektoral partai berbasis kelompok Islam yang akan terbagi pada Pemilu 2024 mendatang.
Baca juga: Pengamat soal Target PKB 100 Kursi di Pileg 2024: dari Kalkulasi Politik Elektoral Sulit Dicapai
“Ceruk elektoral kelompok Islam di 2024 saya pastikan akan terbagi. Terdistribusi ke beberapa parpol yang bernafaskan agama (Islam),” katanya.
Pasalnya, sejumlah partai baru berbasis kelompok Islam mulai muncul beberapa waktu belakangan, di antaranya Partai Gelora hinga Persi Ummat.
Tak hanya itu, partai politik (parpol) petahana seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan atau PPP, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun turut menjadi kompetitor raihan suara PKB.
“Dari pertimbangan-pertimbangan politik atau variabel lain misalnya dari kompetitor partai kelompok Islam, partai nasionalisme, itu juga kan harus dipertimbangkan PKB,” ujarnya.
Herry menambahkan, faktor selanjutnya ialah coat tail effect yang ditimbulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Jokowi efek.
Baca juga: DPW PKB Jabar Sebut Duet Prabowo - Muhaimin Tinggal Deklarasi
Merujuk Wikipedia, coat tail effect atau efek ekor jas merupakan istilah umum yang bermuara kepada hasil yang diraih oleh suatu pihak dengan cara melibatkan tokoh penting atau tersohor, baik langsung maupun tidak langsung, melalui suatu perhelatan.
Masa jabatan Jokowi akan habis pada 2024 mendatang. Selesainya tugas Presiden itu, kata Herry, juga bakal mempengaruhi raihan suara PKB.
“Jadi di 2024 saya kira tidak ada Jokowi efek lagi. Jadi tidak tahu figur siapa yang akan diusung PKB misalnya. Atau figur siapa nanti yang akan diminati mayoritas konstituen,” kata Herry.
“Karena dulu terbantu kan PKB dengan Jokowi efek,” lanjutnya.
Selain itu, polarisasi hingga konfigurasi politik yang dinamis sejak menjelang Pemilu 2024 ini, sambung Herry, juga harus diperhatikan PKB.
Sebelumnya, pengamat sosial politik Herry Mendrofa menilai target yang dipasang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebanyak 100 kursi Legislatif pada Pileg 2024 mendatang sulit dicapai.
Menurut Herry, secara historis, PKB belum mampu mengkapitalisasi elektoral hingga mencapai angka tersebut.
Baca juga: Cak Imin: 24 Tahun PKB Jadi Ombak Besar Kekuatan Politik bagi Kemajuan Bangsa
“Dari sisi kalkulasi politik elektoral PKB saya rasa berat,” kata Herry Mendrofa saat dihubungi, Selasa (26/7/2022).
Selain itu, target meraih 100 kursi pada Pileg 2024 tersebut dapat diartikan bahwa PKB harus mendapat 18 persen perolehan suara secara nasional.
“Artinya bahwa itu angka mendekati perolehan suara PDIP di tahun 2019,” katanya.
Herry menambahkan, beratnya peluang PKB meraih 100 kursi pada Pileg mendatang juga melihat dari perolehan suara pada Pemilu periode sebelumnya.
Dia bilang, posisi suara PKB sekitar 10 persen pada saat ini. Jumlah itu memang meningkat dibandingkn tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019 lalu yang di angka 5 persen.
“Artinya ketika mengkapitalisasi nilai elektoralnya pun secara historis hanya mampu 5 persen,” ucap Herry.
“Kalau lompatannya 5 persen, berarti paling maksimal 14 atau 16 persen. Artinya tidak memenuhi 100 kursi tadi,” katanya.