Kriminolog Sebut Kejanggalan Kasus Kematian Brigadir J Karena Puzzle Belum Lengkap
Kriminolog Kisnu Widagso meminta masyarakat tidak berspekulasi soal kejanggalan dalam kasus kematian ajudan Irjen Ferdy Sambo, Brigadir J.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia, Kisnu Widagso meminta masyarakat tidak berspekulasi atau berasumsi soal kejanggalan dalam kasus kematian ajudan Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurutnya, tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sedang melengkapi puzzle-puzzle untuk mengungkap kasus tersebut agar menjadi terang benderang.
“Idealnya, puzzle-nya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan. Puzzle belum ngumpul, tapi publik berhak tahu apa yang terjadi. Jadi kita analisis puzzle by puzzle. Kemudian nanti ada yang menganggap kok janggal ya penjelasanya, karena kita menganalisisnya puzzle by puzzle,” kata Kisnu kepada wartawan, Rabu (27/7/2022).
Ia menuturkan kasus tersebut seringkali dikomentari ada kejanggalan karena memang puzzle belum lengkap.
Kemudian, bisa jadi adanya kesalahan prosedur dalam mengambil data yang tidak lengkap oleh kepolisian seperti layaknya sebuah penelitian yang seringkali terjadi.
Baca juga: Hasil Autopsi Ulang Brigadir J Keluar 4-8 Minggu Lagi, Bakal Dibuka di Pengadilan
“Tapi bukan berarti tidak bisa dikoreksi. Contoh, kayanya polisi salah dalam melakukan autopsi, kan bisa autopsi ulang. Apakah ketika hasil autopsi itu muncul kemudian bisa dijelaskan? Menurut saya belum bisa, karena autopsi itu kan baru satu puzzle. Puzzle lain bagaimana, jadi seluruh puzzle lengkap dan bisa disatukan,” ujarnya.
Kuncinya, kata Kisnu, sebenarnya keterbukaan informasi.
Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle itu informasinya bisa diperoleh dari berbagai sumber salah satunya korban, saksi dan evidence lainnya.
Baca juga: Autopsi Ulang Jenazah Brigadir Yosua, Susno Duadji: Hasil Autopsi Bisa Ubah Alur Cerita 180 Derajat
“Lalu digital evidence. Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada disitu. Contoh, saya ada disitu tertangkap CCTV, apakah saya pembunuhnya? Dia hanya menjawab, dapat satu puzzle lagi,” jelas dia.
Selain itu, Kisnu menyebutkan ponsel dari para yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa oleh ahlinya untuk diperiksa call data record, pertukaran pesan dan lainnya.
Namun, kata dia, apakah itu bisa memudahkan untuk memberikan penjelasan.
“Ya tentu saja belum, karena data itu hanya menunjukkan telah terjadi komunikasi antara jam sekian sampai jam sekian, kemudian tidak terjadi komunikasi lagi jam sekian,” ucapnya.
Karena itu, Kisnu mengatakan setiap disiplin ilmu terkait upaya pembuktian terjadinya kejahatan itu pada dasarnya sangat spesifik.
Baca juga: Dokter Forensik Ungkap Masukan Keluarga Brigadir J soal Luka Selain Luka Tembak: Itu Jadi Fokus Kami
Memang, lanjut dia, masing-masing bisa unggul kalau menjawab pertanyaan tertentu.
“Kriminolog bukan ahli forensik. Paling tidak, saya bisa menerangkan ketika sebuah dugaan terjadinya kejahatan maka banyak pihak yang harus dilibatkan, manajemen perkara harus baik. Misal, ada biru-biru itu dari media. Kan orang sakit jantung, biru-biru juga. Orang lebam mayat, kan biru-biru juga. Yang bisa membedakan siapa? Kriminolog tidak bisa. Forensik medis yang membedakan itu,” ungkapnya.