Kampanye Politik Masuk Kampus, Dosen FISIP UI: Banyak Catatan dan Koridor Harus Jelas
Pengamat menilai tidak ada masalah jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbolehkan partai politik melakukan kampanye di kampus dalam Pemilu mendatang.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengatakan tidak ada masalah jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbolehkan partai politik melakukan kampanye di kampus dalam Pemilu mendatang.
Sebab, menurut Aditya kampus juga memang merupakan wadah dan sarana orang-orang mensosialisasikan gagasan politik.
“Saya pikir sih tidak ada masalah. Dalam pengertian proses politik itu memang edukasi, salah satunya bisa dilakukan di kampus. Cuma memang, karena kampus itu sebenarnya sebagai tempat atau sarana orang mensosialisasikan gagasan-gagasan politiknya, jadi menurut saya tidak ada begitu problem,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews, Selasa (27/7/2022).
Baca juga: Legislator PKB Harap Pemilu dan Pilkada 2024 Tak Dirusak Dengan Politik Agama
Memang, saat keputusan KPU penuh pro kontra dari masyarakat, karena belum pernah secara resmi seorang caleg atau capres berkampanye di wilayah kampus dalam perjalanan pemilu di Indonesia, jelas Aditya.
Namun yang jauh lebih penting menurutya adalah koridor kampanye yang harus jelas, jika memang harus dilakukan di dalam lingkungan kampus.
Perlunya kejelasan koridor ini juga tentu mengingat kampus adalah wilayah akademik.
Sehingga suasana yang dibangun dalam kampanye di kampus tentu harus berbeda dari kampanye-kampanye yang di lakukan di jalan atau di pedesaan.
"Ini kan baru diinisiasi sama KPU, dan KPU sendiri juga belum ada detail seperti apa yang diinginkan. Saya pikir layak juga KPU mengajak akademisi atau pun dosen, penyelenggara kampus bisa berdiskusi tentang gagasan itu. Biar kemudian koridornya itu jelas. Koridor kampanyenya itu kayak apa,” jelas Aditya.
“Tentu dalam kampus suasana akademiknya harus terasa. Kemudian tidak mendewa-dewakan tokoh atau orang yang dikampanyekan. Tapi yang diperdebatkan atau didiskusikan itu adalah program atau gagasan, sehingga kemudian pasti akan berbeda dengan kampanye di kampung dan jalanan. Jadi formatnya itu harus disepakati dan tentu ketika di kampus harus akademis. Tarung gagasan,” tambahnya.
Baca juga: KPU: Sistem Informasi Partai Politik Jadi Proyek Strategis Nasional di Pemilu Serentak 2024
Kampus Harus Tahu Posisi
Jika kampanye politik boleh masuk wilayah akademik, tentu kampus harus bisa memposisikan dirinya. Jangan sampai menjadi condong ke satu pihak, jelas Aditya.
Lebih lanjut, Aditya mengatakan kampus tidak boleh pilih-pilih dalam mepersilakan caleg atau capres yang hendak berkampanye. Agar semua tetap adil dan tidak ada keberpihakan.
“Kalau menurut saya semua harus diundang, agar semua berhak masuk kampus. Enggak boleh ada yang merasa kampus ini kebetulan calegnya itu berasal dari partai tertentu atau kelompok tertentu, maka caleg lain gak boleh masuk. Gak bisa juga,” tegas Aditya.
“Harus ada kesepakatan, framingnya harus sama. Kan sama aja kaya tempat publik di luar. Semua pelaku harus sama, enggak ada beda,” tambahnya.
Sehingga, pada akhirnya, Aditya selaku tenaga pengajar merasa pengalaman baru ihwal kampanye politik masuk kampus ini sah-sah saja, tapi dengan banyak catatan agar di kemudian hari tidak terjadi pelanggaran dan masalah.
“Banyak catatan, karena ini pengalaman pertama. Kalau ini mau di-excersise gitu. Kemudian harus koridornya jelas semua. Biar enggak banyak pelanggaran, banyak hal yang kemudian jadi masalah,” tegasnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.