Mensos Tri Rismaharini Jelaskan Nasib Dana Amal yang Dikumpulkan ACT
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan pihaknya bakal berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menentukan nasib dana yang dikumpulkan ACT.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan pihaknya bakal berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) terkait dana yang dikumpulkan lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Saat ini, Kemensos telah mencabut izin ACT setelah terjadi dugaan penyelewengan dana donasi masyarakat.
"Nanti kita bertemu setelah APH. Nanti kita bertemu setelah APH memutuskan seperti apa nanti kita rundingkan," ucap Risma di Kantor Kemensos, Jalan Cawang, Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Nasib dana yang telah dikumpulkan ACT, kata Risma, bakal ditentukan setelah penanganan kasus penyelewengan dana ACT selesai.
Risma mengungkapkan saat ini dana yang terkumpul dalam rekening ACT masih dibekukan untuk kepentingan proses penyidikan.
Baca juga: Puluhan Mobil dan Sepeda Motor Aset ACT yang Disita Polisi Ternyata Kendaraan Operasional
"Itu disetop dulu, nanti ada keputusan APH seperti apa, oke pemeriksaan sudah selesai. Dana ini seperti apa nanti kita akan rundingkan. Tapi saat proses pemeriksaan harus ada bukti-bukti," ungkap Risma.
Menurut Risma, saat ini pihaknya tidak ingin menganggu jalannya proses hukum yang dilakukan terhadap ACT.
Setelah proses hukum rampung, Risma mengatakan pihaknya baru akan menentukan langkah penyaluran dana donasi tersebut.
"Nanti kalau kita salurkan, takutnya kan menghilangkan barang bukti. Jadi kita stop dulu nanti sampai pemeriksaan katakanlah APH mengatakan bukti-bukti sudah cukup," jelas Risma.
"Setelah itu dana ini bagaimana. Kalau belum selesai pemeriksaan keluar masuk uangnya jika tidak disetop. Saya tidak mau dan saya menunggu pemeriksaan selesai. Nanti jika telah selesai akan kami tanyakan dana ini bagaimana," tambah Risma.
Baca juga: Bareskrim Polri Sita Aset-Aset Kasus ACT: 44 Mobil hingga 12 Sepeda Motor
Seperti diketahui, Mabes Polri telah menetapkan empat pimpinan pengurus yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai tersangka kasus penggelapan dana donasi masyarakat.
Adapun keempat tersangka itu yakni Ahyudin, Ibnu Khajar, Hariyana Hermain serta Novariadi Imam Akbari.
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan membeberkan peran keempat tersangka tersebut.
Kata dia, saat periode kejadian, Ahyudin menduduki pucuk pimpinan serta merupakan pendiri ACT.
"Fakta hasil penyidikan saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri, juga sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT dan ketua pembina pada 2019-2022 dan juga pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT," kata Ramadhan.
Terancam 20 Tahun Penjara
Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya dipersangkakan pasal berlapis seusai menjadi tersangka dugaan kasus penggelapan donasi umat.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Aset-aset Kasus ACT Mulai Disita, 44 Mobil dan 12 Motor Kini Jadi Barang Bukti
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi.
Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli podana hingga ITE.
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yang terdiri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ITE, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," pungkasnya.