Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Picu Gejolak, Ketua Komisi X DPR Minta Kenaikan Tarif Masuk Taman Nasional Komodo Ditunda

DPR meminta pemerintah kenaikan tarif masuk pulau Komodo ditunda sementara buntut protes dari pelaku usaha setempat.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Picu Gejolak, Ketua Komisi X DPR Minta Kenaikan Tarif Masuk Taman Nasional Komodo Ditunda
dok. DPR RI
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda minta kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo di NTT ditunda sementara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan kenaikan tarif di kawasan destinasi wisata kembali memicu gejolak.

Jika sebelumnya terjadi di kawasan Borobudur, kini peristiwa serupa terjadi di Kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bahkan protes atas kenaikan tarif Taman Nasional Komodo memicu aksi mogok massal pelaku wisata di kawasan Labuan Bajo.

Akibatnya berbagai layanan jasa dan sarana wisata menjadi terhenti.

Baca juga: Mogok Kerja Pelaku Wisata Labuan Bajo Protes Tarif Masuk Taman Nasional Komodo Rp 3,75 Juta

Situasi kian menegangkan saat aparat menangkap beberapa pelaku wisata yang melakukan orasi menyuarakan penolakan terhadap kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo.

“Keputusan menaikan tarif tiket Taman Nasional Komodo hingga Rp3.750.000 harus ditunda agar tidak merugikan masyarakat Labuan Bajo yang menjadi pelaku wisata. Kami memahami tujuan pemerintah menjadikan Kawasan ini sebagai destinasi wisata super prioritas. Tetapi apalah gunanya kebijakan tersebut jika malah merugikan masyarakat,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (2/8/2022).

Huda mengatakan konsep destinasi wisata super prioritas memang ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia.

Berita Rekomendasi

Dengan kebijakan ini akan ada perbaikan di level infrastruktur, kualitas jaringan telekomunikasi, produk ekonomi kreatif, hingga kualitas sumber daya manusia di lima kawasan destinasi wisata super prioritas yakni Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo.

“Tetapi anehnya kabar yang muncul ke permukaan malah kegaduhan masalah tarif masuk. Kenapa bukan persoalan progres pembangunan, termasuk model pengakomodasian kepentingan warga yang menjadi selama ini menjadi pelaku wisata di kawasan tersebut,” katanya,

Dia menilai pemerintah harus memperbaiki komunikasi terkait berbagai rumor yang menyertai pembangunan lima destinasi wisata super prioritas.

Termasuknya informasi mengenai masuknya perusahaan-perusahaan besar di Taman Nasional Komodo yang nantinya memonopoli layanan penyediaan jasa wisata alam maupun penyediaan jasa sarana wisata.

“Berdasarkan informasi yang disampaikan kepada kami ada setidaknya empat perusahaan besar yang secara esklusif mengelola bisnis layanan jasa maupun sarana wisata di Taman Nasional Komodo. Kalau benar demikian pasti warga yang menjadi pelaku wisata akan tersingkirkan karena harus melawan kekuatan modal yang begitu besar,” katanya.

Pengembangan Kawasan destinasi super prioritas, lanjut Huda sama sekali tidak boleh meminggirkan peran warga lokal.

Kalau memang model pengembangan kawasan tersebut harus melibatkan pihak ketiga, maka harus jelas skema pelibatan pelaku wisata lokal.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas