Anggota DPR Sebut Medsos Bisa Runtuhkan 4 Pilar Kebangsaan
bila medsos hanya sebatas saling kritik tanpa data atau menjatuhkan pihak lain, bisa merusak persatuan dan kesatuan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Singgih Januratmoko mengatakan, media sosial sewajarnya menjadi ruang terbuka untuk berdiskusi bahkan berdebat untuk menguatkan demokrasi.
Tapi, kata Singgih, bila medsos hanya sebatas saling kritik tanpa data atau menjatuhkan pihak lain, bisa merusak persatuan dan kesatuan.
Apalagi, selama ini persatuan dan kesatuan ditopang oleh empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Hal itu Singgih saat sosialisasi 'Empat Pilar Kebangsaan' di depan seratusan warga Klaten, di Klaten.
“Media sosial atau medsos, secara aktif digunakan untuk meneror negara. Sehingga persatuan dan kesatuan bangsa bisa buyar. Ini bisa kita lihat di Suriah, Libya, Mesir, bahkan Pemilu di Amerika Serikat yang membelah persatuan rakyat Amerika,” kata Singgih Januratmoko dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (9/8/2022).
Baca juga: Godaan Gaya Hdup Konsumstif dari Media Sosial Begitu Tinggi, Bagaimana Cara Menekannya?
Dalam kesempatan itu, ia menakankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Karena, melalui persatuan dan kesatuan adalah modal untuk membangun Indonesia.
"Bila rakyat negeri ini sudah tak bisa rukun dan kompak, lalu tak bisa bekerja sama dengan baik, NKRI hanya jadi sejarah,” ujar Singgih.
Ia mengingatkan, pada 17 Agustus yang diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia menjadi pengingat untuk meneguhkan persatuan dan kesatuan.
Menurutnya, sebelum 17 Agustus, bangsa ini mengalami 350 tahun penjajahan baik dari Belanda maupun bangsa-bangsa Eropa lainnya.
“Mereka mengangkat senjata, lalu berubah menjadi gerakan politik,” imbuhnya.
Kesadaran, pengalaman, penghayatan dan keberanian para pendiri bangsa itulah, menurut Singgih, kemudian tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
“Bila ditanya bagaimana persatuan dan kesatuan dijaga, tentu setiap warga negara Indonesia apapun agama dan suku bangsanya haruslah menjadi individu yang Pancasilais,” ujar Singgih.
Meskipun dicetuskan oleh Bung Karno, Singgih berpendapat Pancasila merupakan kompromi antara intelektual-intelektual Islam dan nasionalis, mereka terdiri dari berbagai agama dan suku bangsa.
“Dengan Pancasila pada akhirnya semua orang bebas menjalankan ibadah dan meyakini agamanya,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan, bahwa Empat Pilar Kebangsaan juga tak bebas dari gangguan.
Menurutnya, kecanggihan teknologi berupa ponsel, membuat segala bentuk ideologi membanjiri pikiran individu.
“Taka ada lagi kontrol informasi, hal yang baik dan yang buruk bercampur menjadi satu berupa informasi dalam ponsel,” terangnya.
Untuk itu, ia meminta untuk menjaga 'Empat Pilar Kebangsaan' pendidikan dalam keluarga sangat penting.
“Orangtua memegang peranan penting. Mereka bisa berkolaborasi dengan pemuka agama dan para guru di sekolah membangun karakter kepada generasi muda. Mengedukasi dan memahamkan para orangtua menjadi gerakan yang penting,” pungkasnya.