KPK Geledah Beberapa Lokasi di Universitas Lampung Kasus Dugaan Suap Penerimaan Mahasiswa Baru
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah beberapa lokasi di lingkungan Universitas Lampung (Unila), Senin (22/8/2022).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah beberapa lokasi di lingkungan Universitas Lampung (Unila), Senin (22/8/2022).
Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
"Benar hari ini tim penyidik melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa lokasi di lingkungan Unila Lampung," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin.
Ali menginformasikan saat ini kegiatan penggeledahan masih berlangsung.
"Kami akan sampaikan nanti perkembangannya," katanya.
Sementara itu, Humas Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Unila 2022, Muhammad Komarudin, membenarkan adanya penggeledahan gedung Rektorat Unila oleh KPK.
Komarudn mengatakan, saat ini KPK sedang didalam ruang Rektorat Unila untuk melakukan pemeriksaan.
"Iya, saat ini KPK sedang di dalam," ujar Komarudin di halaman Rektorat Unila, Senin (22/8/2022), dilansir dari Tribunlampung.co.id.
Kendati demikian, Komarudin tidak menjelaskan secara rinci kegiatan KPK di dalam gedung rektorat.
Komar hanya menjelaskan jika dirinya hanya dipanggil untuk datang ke rektorat.
"Saya tadi masih ngajar, Ini juga dipanggil untuk cepat datang kesini (rektorat Unila)," singkatnya.
Pantauan Tribunlampung.co.id hingga Senin (22/8/2022) siang, pukul 12.00 WIB, terdapat sekitar 5 unit mobil Kijang Innova dengan plat kendaraan Jakarta. Kendaraan itu terparkir di halaman gedung Rektorat Unila.
Baca juga: OTT Rektor Unila, Kemendikbudristek: Bukan Salah Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru
Sejumlah mobil yang terparkir tersebut diduga milik KPK yang tengah menggeledah gedung Rektorat Unila.
KPK menetapkan empat tersangka yakni Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; serta swasta, Andi Desfiandi.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
Diduga Karomani dkk menerima suap hingga hampir Rp5 miliar rupiah dari orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri. Penerimaan uang itu dilakukan Karomani melalui sejumlah pihak.
Rinciannya, diterima dari Mualimin selaku dosen yang diminta mengumpulkan uang oleh Karomani senilai Rp603 juta. Rp575 juta di antaranya sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.
Kemudian, diterima dari Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila dan M Basri senilai Rp4,4 miliar, dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai.
Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Karomani dkk mencapai Rp5 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, uang miliaran rupiah tersebut diduga dikumpulkan oleh Karomani dkk dari sejumlah orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri Unila.
Setiap pihak keluarga mahasiswa diduga menyetor uang yang beragam agar anak atau kerabatnya lulus dalam seleksi mandiri tersebut.
"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Kasus yang menjerat Karomani dkk bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (19/8/2022) di wilayah Lampung, Bandung, dan Bali.
Adapun dalam OTT, KPK telah mengamankan barang bukti yang diduga merupakan suap tersebut.
Barang bukti itu yakni uang senilai Rp414,5 juta; deposito bank senilai Rp800 juta; kunci save deposit boks diduga isi emas setara Rp1,4 miliar; dan kartu ATM serta buku tabungan yang berisi Rp1,8 miliar.
Tersangka penerima suap yakni Karomani, Heryandi, dan Basri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.