Lakukan Bedah RKUHP, BEM Nusantara: KUHP Saat Ini Produk Kolonial, Harus Segera Diganti
Koordinator Pusat BEM Nusantara, Ahmad Supardi mengatakan KUHP yang ada saat ini merupakan produk kolonial dan harus segera diganti.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Pusat BEM Nusantara, Ahmad Supardi mengatakan KUHP yang ada saat ini merupakan produk kolonial dan harus segera diganti.
Hal tersebut diungkapkannya setelah bedah Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dalam Focus Group Discussion (FGD) di Universitas Azzahra, Jakarta, Senin (22/8/22).
Acara yang digelar BEM Nusantara tersebut untuk menjawab ketidakpuasan sebagian elemen masyarakat atas sejumlah pasal dalam RKUHP yang rencananya akan disahkan DPR dalam waktu dekat.
FGD diselenggarakan secara hybrid dengan mengundang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Benny Riyanto sebagai narasumber.
Ahmad Supardi mengatakan, esensi dari diskusi tersebut menyamakan persepsi dan meluruskan kekeliruan tafsir yang menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian mahasiswa.
Mahasiswa yang ikut dalam FGD merupakan perwakilan dari 25 Provinsi serta 6 Pulau di Indonesia.
Menurut Ahmad Supardi, sebelum FGD digelar, BEM Nusantara pada 8 Juli lalu telah meminta rekan-rekannya untuk melakukan kajian di daerah masing-masing terkait RKUHP yang saat ini masih digodok.
"Terlihat ada yang mendukung ada yang menolak sejumlah pasal yang disebut kontroversial. Hari ini kita coba mengakomodir dari seluruh Nusantara, bagaimana menyatukan cara pandang serta pendapat yang dikemukakan teman-teman mahasiswa," kata Ahmad Supardi dalam keterangan yang diterima.
Ardy sapaannya, menyampaikan ada 14 pasal yang dinilai masih diawarnai pro-kontra, salah satunya ialah Pasal 218 dan Pasal 219 tentang Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Sebagian kalangan sempat menilai pasal ini bertentangan dengan demokrasi karena menghalangi kritik kepada pemerintah.
Namun, setelah diskusi, seluruh peserta FGD sepakat pasal tersebut memang diperlukan sebagai norma umum yang memang ada di alam demokrasi.
Baca juga: Menkumham Yasonna Sebut Menteri Kehakiman Belanda Kaget Indonesia Masih Terapkan Hukuman Mati
"Tadi sudah dijelaskan oleh Professor Benny beberapa pasal yang dinilai kontroversial, termasuk penghinaan terhadap presiden, apa konteks dan tujuannya," katanya.
Berdasarkan penjelasan dalam FGD tersebut, ternyata pasal itu tidak meniadakan hak rakyat untuk berpendapat dan mengeritik program pemerintah.
"Jadi, RKUHP yang sedang digodok saat ini sudah cukup ideal dan merupakan produk hukum nasional yang perlu kita dukung untuk disahkan, agar KUHP produk kolonial yang ada saat ini bisa segera digantikan," kata Ahmad.