Semangat Gotong Royong Berlandaskan Pancasila sebagai Pedoman Kebangkitan Indonesia dan Dunia
Judul yang diangkat pada episode kedua kali ini adalah ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat Dengan Gotong Royong’.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah episode pertama berlangsung sukses, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Kompas TV kembali menyelenggarakan Seminar Pancasila 2022. Judul yang diangkat pada episode kedua kali ini adalah ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat Dengan Gotong Royong’.
Selama lebih dari dua tahun dilanda pandemi Covid-19, dunia belum sepenuhnya pulih. Di tengah situasi sulit tersebut, masyarakat Indonesia patut bersyukur karena Indonesia termasuk dalam lima negara yang dianggap mampu mengendalikan Covid-19.
Seperti yang diucapkan Ketua BPIP Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D. dalam kata sambutan mengawali seminar yang dipandu news anchor Kompas TV Frisca Clarissa ini.
Topik utama pada seminar episode kedua ini, yakni ‘pulih lebih cepat’, menurut Prof Yudian, merupakan pujian dari PBB kepada bangsa Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil menghadapi Covid-19.
Oleh karena itu, Prof Yudian menyampaikan rasa syukur karena Indonesia berhasil menekan varian virus Corona secara drastis, di tengah beberapa negara yang stagnan, bahkan ada yang mengalami resesi.
Prof Yudian juga menambahkan bahwa semua keberhasilan ini merupakan bentuk gotong royong masyarakat, pemerintah daerah, TNI, Polri, tenaga medis, organisasi-organisasi sosial yang paling bawah seperti di desa-desa.
Selain itu, ekonomi Pancasila dan sistem pengelolaan ekonomi negara Indonesia mengedepankan nilai-nilai religiusitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi dan keadilan sosial.
Apalagi ekonomi Pancasila memprioritaskan keberpihakan kelompok ekonomi kecil, usaha menengah kecil dan makro, dan organisasi koperasi, yang menjadi pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Dengan landasan tersebut, Prof Yudian ingin menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila bersifat universal dan dapat dijadikan landasan bagi pertumbuhan pembentukan norma baik kenegaraan maupun moral bagi bangsa Indonesia maupun bangsa lain.
“Karena itu, menjadi kewajiban bagi kita, bangsa Indonesia, untuk menyebarluaskan ke seluruh dunia melalui G20 mengenai kekuatan gotong royong Pancasila yang mempererat Indonesia pulih dari pandemi dan lebih cepat dan paket ekonomi yang lebih kuat,” ucap Prof. Yudian.
Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno turut menyampaikan pentingnya gotong royong untuk menghadapi kesulitan bangsa seperti saat pandemi. Wakil Presiden RI ke-6 megatakan, gotong royong merupakan bentuk kekeluargaan yang lebih dinamis untuk mencapai suatu tujuan.
“Untuk mencapai tujuan tertentu, terutama tujuan bersama, tentu prinsip gotong royong lebih bagus daripada perorangan. Kerja sama banyak pihak seperti pemerintah, relawan, dan masyarakat akan menanggulangi mengurangi penderitaan,” ujar Try Sutrisno.
Semangat gotong royong
Seminar Pancasila episode kedua ini menghadirkan narasumber inspiratif dari berbagai latar belakang. Turut hadir Ketua MPR RI H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A., anggota DPR RI Prof. Dr. Hendrawan Supratikno, peneliti vaksin Astra Zeneca sekaligus Ikon Prestasi Pancasila 2021, Carina Joe, serta peneliti HAM Gustika Jusuf.
Salah satu pedoman yang dianggap sebagai kunci Indonesia menghadapi krisis global adalah gotong royong. Yang mana sudah tertuang dalam pidato Bung Karno dalam pertemuan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945, yang ditulis dalam buku yang diterbitkan Penerbit Guntur tahun 1947.
Buku yang ditulis Mualif Nasution ini mengungkapkan Bung Karno selalu membawa semangat gotong royong dalam pidatonya. Gotong royong merupakan paham kekeluargaan yang dinamis serta mengedepankan kepentingan bersama.
Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS mengatakan gotong royong perlu diterapkan di segala lapisan masyarakat Indonesia untuk mencari jawaban atas segala tantangan yang dihadapi bangsa dan negara.
Gotong royong diperlukan untuk menggali semangat bersatu dan membangun NKRI bersama-sama dari berbagai suku, budaya, serta adat istiadat.
Karena itu, ideologi gotong royong berlandaskan Pancasila perlu dilestarikan demi mewujudkan persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia dan kesejahteraan masyarakat dunia.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjelaskan, Indonesia bisa membawa nilai gotong royong dalam menghadapi krisis global di kesempatan Presidensi G20. Apalagi kerja sama antarnegara cukup diperlukan mengingat situasi politik ekonomi dunia yang memanas di tahun ini.
Belakangan, memang muncul tantangan baru seperti konflik Ukraina dan Rusia, perang dagang antara Amerika-Tiongkok, dan masalah global lainnya yang memepersulit negara-negara untuk bangkit.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, juga mengatakan Indonesia termasuk beruntung karena punya komoditas memadai hingga beberapa bulan mendatang.
Dia juga berharap pemerintah Indonesia melalui pertemuan di Bali pada November mendatang, mampu memanfaatkan situasi dengan mendorong nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong demi membangun solidaritas antarbangsa.
Keadilan dan solidaritas antarbangsa
Lebih lanjut lagi, Prof. Dr. Hendrawan Supratikno memaparkan pendapatnya terkait cara membangkitkan solidaritas antarbangsa. Menurutnya, dunia yang kita warisi dari masa lalu ini yang tidak adil.
Hal tersebut bisa saja disebabkan ideologi imperialisme, kolonialisme, dan hubungan-hubungan yang timpang di masa lalu. Karena itu, dibutuhkan usaha berlapis-lapis dalam upaya menciptakan keadilan dunia.
Namun, ada baiknya usaha tersebut dimulai dari keadilan di dalam negeri terlebih dahulu. Prof. Hendrawan mengatakan, ekonomi Indonesia sebelumnya dibawa ke arah yang lebih liberalistik sehingga salah satunya melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja. Karena itu, di tahap selanjutnya, Prof. Hendrawan ingin mengusulkan Undang-Undang Cipta Keadilan.
Usulan itu menurutnya cukup selaras dengan Pancasila, yang terdapat kata ‘adil’ sebanyak dua kali di dalamnya, yakni pada sila kedua dan sila kelima.
Tujuannya adalah agar tidak hanya berfokus pada ketimpangan pasar, tetapi juga ketimpangan sosial. Nyatanya, pandemi menciptakan situasi yang kaya makin kaya, dan yang miskin tetap terpuruk.
Beliau juga selalu mengusulkan agar ada etika global yang memayungi upaya-upaya sinergisitas dan gotong royong pada tingkat dunia.
Sementara itu, Gustika Jusuf sebagai pengamat HAM juga memaparkan pentingnya mengakui peran masyarakat untuk bergotong royong dalam menciptakan keadilan. Sebagai contoh, banyak inisiatif saling membantu sesama di masa pandemi yang lahir dari kelompok pemuda.
Selain itu, banyak gerakan masyarakat sipil yang turut membantu pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Misalnya, gerakan Lapor Covid saat awal pandemi yang menjadi perhatian banyak pihak termasuk pemerintah membantu masyarakat.
Jadi, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah atau pengambil kebijakan dan masyarakat sipil dalam menciptakan keadilan.
Carina Joe juga turut membagikan kisahnya dalam bekerja sama meneliti vaksin Astra Zeneca. Carin sempat hampir menyerah, tetapi dengan semangat gotong royong menghadapi pandemi bersama tim peneliti akhirnya berhasil sampai di titik ini.
Carina mengakui, mungkin dunia ini belum sempurna dan ideal dalam menampakkan keadilan. Namun, Carina dan tim tetap berupaya bergotong royong sebagai peneliti.
Meskipun tidak terlibat politik, tetapi sebagai ilmuwan tetap bergotong royong. Mulai dari riset, uji klinis, dan manufaktur vaksin diperlukan kerja sama banyak pihak.
Carina dan tim berupaya agar vaksin yang diproduksi dapat dirasakan baik di negara-negara maju maupun negara berkembang. Dengan mendistribusi vaksin tanpa profit, semua negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan vaksin.
Hal tersebut merupakan contoh nyata gotong royong yang melibatkan banyak pihak demi mengatasi suatu masalah.
Nilai gotong royong harus ditularkan ke bangsa-bangsa lain
Bambang Soesatyo pun menyatakan rasa bangganya terhadap kepedulian generasi muda di tengah situasi sulit. Dia mengakui banyak anak muda yang menyumbangkan kebutuhan bahkan turun langsung ke pelosok tanah air demi membantu sesama.
Artinya, nilai gotong royong yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus ditularkan dengan bangsa-bangsa lain.
Di sisi lain, saling membantu antarnegara harus diperluas lagi dalam bentuk-bentuk yang lebih spesifik. Seperti yang telah disampaikan, penduduk dunia bukan hanya penduduk negara-negara yang maju saja.
Karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia bukan hanya sekadar bicara “Saya Pancasila”, tetapi bagaimana penerapan Pancasila yang menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan kesejahteraan bagi rakyat dunia.
Presiden Jokowi nantinya bertugas mengeluarkan filosofi Pancasila ke seluruh dunia dengan memberikan contoh bagaimana masyarakat Indonesia sebagai bangsa mampu membangun solidaritas sejati juga mencapai penanggulangan konflik.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menjelaskan, Indonesia memiliki enam agama yang resmi dan puluhan aliran kepercayaan yang juga diperbolehkan.
Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan ribuan pulau, tiga zona waktu, ribuan suku, hingga ratusan bahasa daerah.
Selama lebih 77 tahun, masyarakat Indonesia hidup dalam keadaan damai berkat penerapan nilai-nilai Pancasila. Poin inilah yang harus disosialisasikan kepada dunia.
Sementara itu, Prof. Hendrawan juga mengatakan pentingnya narasi gotong royong diterapkan dalam dunia nyata.
Sebelum menawarkan Pancasila beserta nilai-nilainya ke tingkat global, ada baiknya negara terlebih dahulu menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Carina Joe, yang bisa dibilang merantau di luar negeri, juga memaparkan bahwa dirinya tetap menerapkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan dan persatuan menjadi nilai utama yang dipegang dalam keseharian Carina.
Mengaplikasikan Pancasila secara merata
Gustika juga menambahkan, bahwa penerapan Pancasila memang belum teraplikasikan secara merata, terutama di kalangan minoritas atau marjinal. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan seimbang yang bisa mengakomodir orang-orang dengan latar belakang berbeda.
Carina sepakat dengan Gustika, dari sisi seorang peneliti yang menerapkan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan sedini mungkin untuk menciptakan generasi yang ideal.
Prof. Hendrawan menyepakati hal tersebut dengan tetap memikirkan bagaimana Pancasila diaplikasikan dalam tiap sel-sel kehidupan masyarakat Indonesia.
Dia menegaskan jangan sampai Pancasila hanya berakhir menjadi slogan belaka, melainkan semua pihak harus berpikir untuk membangun bangsa secara nyata berbasis Pancasila.
Diskusi Seminar Pancasila episode kedua ini juga mempersilakan mahasiswa yang hadir di studio untuk bertanya kepada narasumber.
Salah satu mahasiswa bertanya terkait adanya indikasi gejala apatisme di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Bambang Soesatyo pun menjawab bahwa perlunya kesadaran dan konsistensi dari para generasi tua yang sedang diberi kepercayaan memimpin bangsa.
“Masih banyak elit politik yang tidak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, sikap buruk tersebut bukan mustahil ditiru masyarakat luas, termasuk generasi muda,” jawab Bamsoet.
Akhir kata, Bamsoet berharap Pancasila tidak akan berubah sampai masa depan dan golongan yang lebih tua bisa memberikan contoh pada golongan yang muda. Karena inilah ideologi yang berhasil membawa Indonesia merdeka dan tetap relevan sampai sekarang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.