Kebiasaan Buang Makanan di Indonesia Mengkhawatirkan, Setahun Capai 16,3 Juta Ton Sampah
Angka food waste atau sampah makanan di Indonesia mengkhawatirkan.Ada 59,8 kg makanan perkapita pertahun yang terbuang sia-sia.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Angka food waste atau sampah makanan di Indonesia mengkhawatirkan.
Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional RI, Drs. Nyoto Suwignyo, M.M.,mengungkapkan, lebih kurang ada 59,8 kg makanan perkapita pertahun yang terbuang sia-sia.
Dengan rincian 59,8 kg perkapita tersebut, 28 kg bersumber dari rumah tangga dan 31,8 kg lainnya dari non rumah tangga.
Baca juga: Strategi Badan Pangan Nasional Kelola Sampah Makanan, Gandeng Sarinah hingga Hippindo
Jika dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 273 juta, maka total sampah makanan yang dihasilkan Indonesia setiap tahunnya mencapai 16,3 juta ton.
“Padahal satu butir padi berada pada posisi tumbuh sangat lama (dimana rata-rata 3-4 bulan) dan ternyata kemudian hanya dibuang sia-sia oleh para orang-orang yang menggunakannya dengan boros dan mengakibatkan kemubaziran dalam mengelola makanan,” tutur Nyoto Suwignyo yang dikutip dari laman UGM, Senin (29/8/2022).
Diketahui, dari angka sampah makanan 59.8 kg perkapita di atas, 2,7 kg nya adalah beras, 7,3 kg adalah sayur, 5 kg adalah buah, tempe – tahu – oncom 2,8 kg, selebihnya adalah ikan, daging, dan lain-lain.
Guru Besar UGM dari Fakultas Geografi, Prof. Dr. M. Baiquni M. A., mengajak masyarakat untuk peduli dengan ancaman krisis pangan di masa depan.
Baca juga: Jokowi: 66 Negara Terancam Ambruk Ekonominya dan 82 Negara Kekurangan Pangan Akut
Prof. Baiquni mengatakan, pemenuhan kebutuhan pangan memiliki tantangan besar.
Tantangan pertama adalah pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dimana dalam 250 tahun terakhir, jumlah penduduk dunia telah tumbuh dengan pesat dari kurang dari 1 miliar menjadi lebih kurang 7,99 miliar seperti sekarang ini.
Tantangan kedua adalah perubahan iklim yang pasti terjadi. Dalam upaya memproduksi pangan, perubahan iklim ini dapat menurunkan kemampuan alam untuk memproduksi pangan.
Namun, akan selalu ada harapan dengan inovasi teknologi dan perencanaan pembangunan berstrategi.
“Tetap terlihat selalu ada optimisme dengan (inovasi) teknologi dan sistem-sistem yang dibangun dengan manajemen dan strategic thinking dalam teori pembangunan,” ujar Prof. Baiquni.
Pada tahun 2021 lalu, Agensi United Nation untuk pangan, Food and Agriculture Organization (FAO), mengatakan bahwa pada tahun 2050 nanti jumlah penduduk dunia diperkirakan akan tembus 10 miliar. Maka untuk mengimbanginya, FAO menuturkan bahwa produksi pangan dunia harus naik setidaknya 70 persen. Artinya, jika produksi pangan tidak naik, maka krisis pangan tidak akan dapat dihindari.