Jaksa Ungkap Peran Lin Che Wei dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng
Jaksa mengungkap peran Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dalam kasus korupsi minyak goreng.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Lin pun menyatakan keinginannya untuk merevisi Permendag tersebut dengan alasan untuk menyempurnakan kekurangan Permendag itu.
Sejak Permendag itu dikeluarkan, Lin aktif melakukan serangkaian zoom meeting.
Merujuk yang tertulis dalam dakwaan, Lin hampir setiap hari, dari tanggal 10-17 Februari 2022, mengadakan pertemuan virtual dengan pihak Kemendag dan para pengusaha.
Dalam beberapa kesempatan zoom meeting, tersebut Lin mengusulkan analisis-analisis yang disodorkan ke Mendag dan selalu dipenuhi.
Salah satunya adalah program komitmen atau pledge untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Di sisi lain, Indra Sari diduga tetap memberikan Persetujuan Ekspor meski realisasi distribusi dalam negeri tidak terpenuhi.
Lin Che Wei diduga tetap membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang dijadikan dasar Indra Sari menerbitkan Persetujuan Ekspor.
"Meskipun kenyataannya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya karena sebenarnya minyak goreng di pasar dalam negeri masih terjadi kelangkaan dan jika pun ada, harga minyak goreng mahal berada di atas angka HET yang ditetapkan Pemerintah," kata jaksa.
Dalam kasus ini, Lin Che Wei didakwa bersama-sama dengan sejumlah pihak di antaranya Indrasari Wisnu Wardhana selalu Direktur Jenderal Perdagangan Luar (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan; Master Parulia Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA, senior Manager Corporate Affair PT.Victorindo Alam Lestari; serta Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas.
Perbuatan Lin Che Wei dkk disebut memperkaya sejumlah pihak.
Pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Group Wilmar (PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Ultimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi) yang diduga mendapat keuntungan hingga Rp 1,6 triliun.
Kedua, perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas (PT Musim Mas, PT Musim Mas - Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT.Megasurya Mas, serta PT. Wira Inno Mas, mendapat keuntungan seluruhnya Rp 626,6 miliar.
Ketiga, Grup Permata Hijau (dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri) memperoleh keuntungan seluruhnya mencapai Rp 124,4 miliar.
Perbuatan ini disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun serta merugikan perekonomian negara mencapai Rp 12,3 triliun.
Sehingga, totalnya mencapai Rp 18 triliun.
Menurut jaksa, kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya.
Yakni dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.
Dengan tidak disalurkannya DMO, negara kemudian harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen.
Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga yang tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
Atas perbuatannya, Lin didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.